Radarpekalongan.id – Akibat dilanda pandemi covid-19, belakangan ini pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat masih positif di tengah ancaman resesi ekonomi. Sebab, per kuartal III-2022, ekonomi Indoneisa tumbuh hingga 5,72 persen secara tahunan. Bahkan, angka ini disebut-sebut masuk dalam kategori terbaik di antara banyak negara lainnya yang tengah terseok-seok ekonominya.
Meski demikian, tren positif ini nyatanya tak terhidar dari bayang-bayang ancaman. Sebut saja adanya ancaman resesi global yang disinyalir akan juga mempengaruhi ekonomi Indonensia. Lantas, apa yang bisa dilakukan pemerintah ditengah adanya bayang-bayang resesi?
Deputi I Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian, Iskandar Simorangkir menyebut pemerintah punya strategi dalam menghadapi ancaman tersebut. Menurut dia, ada berbagai kondisi yang menguatkan ekonomi Indonesia sehingga bisa menjauh dari jurang resesi.
Baca Juga:Paska Pendemi Covid-19, Waspada! Resesi 2023 MenghadangLima Tahapan Budidaya Ikan Nila untuk Memulai Bisnis Menguntungkan
“Indonesia punya Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID), ini alasan kenapa pemerintah melakukan extra effort, dengan mengendalikan inflasi pangan, inflasi kita tak setinggi negara lain,” kata dia dalam Inspirato Sharing Session Liputan6.com bertajuk ‘Jaga Momentum Pertumbuhan Ekonomi RI di Tengah Bayangan Resesi’.
Dengan pengendalian inflasi yang optimal, dia memandang hal itu bisa jadi acuan bagi bank sentral untuk tidak menaikkan suku bunga dengan lebih agresif. Harapannya, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih baik dibanding negara lain dalam menyikapi resesi. “Sehingga target pertumbuhan 5,2 persen di 2023 kemungkinan bisa tercapai,” ujar dia.
Pada kesempatan itu, Iskandar juga menyebut kalau kondisi ekonomi global saat ini sangat tergantung dengan kondisi geopolitik. Di samping adanya kondisi ekonomi dan sosial akibat pandemi Covid-19.
Menurutnya, kondisi penyelesaian kondisi geopolitik sudah menjadi perhatian dalam KTT G20 Bali, pekan lalu. Bahkan sudah masuk dalam deklarasi para pemimpin negara untuk segera menyelesaikannya.
“Kalau kondisi geopolitik bisa terkendali sebenarnya resesi yang ditakutkan dengan stagflasi tadi sangat ringan terjadi,” ungkapnya.
Jadi itu memang tergantung pada kondisi geopolitiknya. Memang betul kenaikan suku bunga berpengaruh memukul balik pertumbuhan, tapi itu kan smoothing adjustment dalam rangka netralisisr demand yang berlebihan,” tambah Iskandar Simorangkir.(*)