RadarPekalongan.id – Economist Intelligence Unit (EIU) melakukan survei terkait biaya hidup di seluruh dunia. Berdasarkan hasil riset tersebut, EIU menemukan terjadi kenaikan harga hingga rata-rata 8,1% secara tahunan di 172 kota besar seluruh dunia.
Dikutip dari laman web resmi EIU yang mengungkapkan salah satu penyebab utama melonjaknya biaya hidup di kota-kota terbesar dunia adalah perang di Ukraina dan berlanjutnya pembatasan akibat pandemi Covid-19 yang mengganggu rantai pasokan, terutama energi dan makanan.
“Perang di Ukraina, sanksi Barat terhadap Rusia, dan kebijakan zero-covid China telah menyebabkan masalah rantai pasokan yang dikombinasikan dengan kenaikan suku bunga dan pergeseran nilai tukar. Hal itu mengakibatkan krisis biaya hidup di seluruh dunia,” ujar Kepala Worldwide Cost of Living EIU, Upasana Dutt.
Baca Juga:Binance Diretas, Penarikan Dana Dihentikan SementaraAplikasi VPN Dimodifikasi Pelaku Kejahatan Siber Untuk Bisa Membajak HP Korbannya
Menurut rangkuman survei Worldwide Cost of Living 2022 (WCOL) yang dilakukan antara 16 Agustus dan 16 September 2022, rata-rata harga di 172 kota naik sebesar 8,1% dalam mata uang lokal masing-masing. Persentase itu disebut sebagai yang tertinggi dalam 20 tahun terakhir.
Menurut WCOL, New York dan Singapura adalah kota termahal nomor satu di dunia pada 2022. Hal tersebut dipicu karena melonjaknya harga energi akibat inflasi di kota-kota besar global. Sementara itu, Tel Aviv yang tahun lalu menduduki posisi teratas turun ke posisi ketiga, disusul Hong Kong dan Los Angeles di posisi lima besar.
Salah satu hal yang menjadi sorotan adalah Moscow. Ibu kota Rusia tersebut mengalami kenaikan 88 peringkat akibat sanksi dan harga minyak yang melambung tinggi. Demikian pula dengan St. Petersburg, Rusia yang meningkat hingga 70 peringkat.
Survei WCOL juga menunjukkan bahwa 22 kota di Amerika Serikat (AS), di antaranya Atlanta, Charlotte, Indianapolis, San Diego, Portland, dan Boston menunjukkan peningkatan peringkat terbesar sebagai kota termahal di dunia.
Sementara itu, sebagian besar kota di Eropa, seperti Stockholm, Luksemburg, dan Lyon justru mengalami penurunan peringkat. Hal itu karena adanya krisis energi dan melemahnya ekonomi yang menekan nilai Euro dan mata uang lokal lainnya.
Namun, di sisi lain masih banyak harga yang mengalami peningkatan cepat di kota-kota tersebut. Harga gas dan listrik naik rata-rata 29% dalam mata uang lokal di kota-kota Eropa barat karena wilayah tersebut mencoba melepaskan diri dari energi Rusia.