JAKARTA, RADARPEKALONGAN.id – Sejumlah pasal di Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang telah disetujui menjadi KUHP mendapat sorotan dari banyak pihak, karena dianggap kontroversi.
Salah satunya yaitu tentang delik perzinahan terkait penggunaan kata ‘persetubuhan di luar nikah’. Pasalnya, hingga saat ini masih banyak pernikahan yang belum dicatatkan atau didaftarkan ke negara akibat faktor ekonomi ataupun adat istiadat.
Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menegaskan, pemidanaan terhadap kohabitasi atau persetubuhan di luar perkawinan, harus dilihat dalam konteks seluruh rakyat Indonesia. Sehingga istilah yang dipakai dalam KUHP baru dalam menetapkan delik perzinahan, yakni “persetubuhan di luar perkawinan” menurutnya tak jelas untuk keadaan Indonesia.
Baca Juga:Buntut Ledakan Bom Bandung, Pengamanan Pernikahan Kaesang-Erina DiperketatTamu Tasyakuran Pernikahan Kaesang dan Erina Gudono Dilarang Pakai Batik Motif Parang Lereng, Ini Alasannya
“Mengingat di Indonesia hingga saat ini masih begitu banyak perkawinan adat atau perkawinan yang karena faktor ekonomi tidak didaftarkan akan terjerat pidana,” ungkap Fickar, seperti diberitakan Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (8/12/2022).
Atas dasar kondisi di masyarakat itu, Fickar memandang seharusnya ada kejelasan pengertian zina yang dapat dipidanakan sebagaimana diatur pada Pasal 284 KUHP yang masih berlaku untuk sekarang ini.
“Penjelasan itu sangat penting, agar pasal dalam KUHP baru tersebut justru menjadi tidak produktif, karena menghambat perkembangan masyarakat,” tandas Fickar.