KAJEN,Radarpekalongan.id – Kasus stunting di Kabupaten Pekalongan hingga Agustus 2022 ada 747 kasus atau 11,04%. Salah satu pemicunya ialah salah pola asuh.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Pekalongan Setiawan Dwiantoro, kemarin, menyatakan, prevalensi stunting ada pergeseran. Wilayah perkotaan seperti Kedungwuni, Karangdadap, dan Talun cukup tinggi. Keluarga yang berpotensi ada stunting juga bergeser ke perkotaan. Salah satunya Kota Kajen cukup banyak.
Dikatakan, penyebab stunting banyak faktornya. Di antaranya perilaku hidup bersih dan sehat, salah pola asuh, pernikahan dini hingga faktor ekonomi. Di era sekarang, faktor kemiskinan bukan penyebab utama stunting. Meskipun kemiskinan bisa memicu stunting.
Baca Juga:Resmikan Lapangan Serbaguna Polres Pekalongan, Fadia Bernostalgia Lagu Cik Cik Bum BumBupati Pekalongan Fadia Berharap Kapolres Pekalongan Tak Segera Pindah Tugas
“Banyak kasus stunting bukan dari keluarga miskin. Mungkin karena orang tuanya sibuk bekerja sehingga anaknya dititipkan. Sehingga salah pola asuhnya,” kata dia.
Dikatakan, Dinas Kesehatan secara spesifik berupaya menekan stunting dengan memperhatikan kesehatan bayi selama di kandungan hingga dilahirkan, dan penanganan infeksi yang berurutan. Oleh karena itu, Dinkes pada tahun 2022 ini mengalokasikan antropometri kit (alat pemantauan pertumbuhan balita, red) sebanyak 60 set untuk 60 posyandu. Sedangkan di tahun 2023 akan dipenuhi semua posyandu sejumlah 1346 posyandu.
“Di Puskesmas untuk pantau perkembangan janin juga kita lengkapi dengan USG. Untuk konsultasinya bisa ke dokter spesialis di rumah sakit. Ibu hamil harus enam kali melakukan pemeriksaan kehamilannya. Dulu kan hanya empat kali. Dua kali di USG,” terang dia.
Dikatakan, dengan banyaknya faktor penyebab stunting maka persoalan ini harus dikeroyok ramai-ramai. Misalnya, pernikahan dini bisa memicu stunting. Maka keterlibatan Kementerian Agama diperlukan untuk pendidikan calon pengantin. (had)