RADARPEKALONGAN.ID – Banyak yang beranggapan sepak bola Indonesia sulit maju karena selalu lekat dengan politik. Lalu bagaimana dengan di Inggris, Spanyol, Italia, Prancis dan dan negara Eropa lainnya yang sepak bolanya amat maju, apakah di sana bebas dari politik? Nah, dari gelaran Piala Dunia Tahun 2022 di Qatar, kita justru semakin mafhum bahwa dunia sepak bola ternyata tak steril-steril amat dari politik.
Simaklah bagaimana para pemain timnas Maroko melakukan selebrasi usai mengalahkan Spanyol lewat adu penalti di Babak 16 Besar, 6 Desember 2022 lalu. Mereka tak hanya membentangkan bendera negaranya, tetapi juga mengibarkan bendera Palestina sebagai wujud solidaritas. Bukankah ini juga sikap politik, dan karenanya selebrasi tersebut bisa disimpulkan sebagai peristiwa politik?
Pada Piala Dunia Qatar, FIFA memutuskan melarang penggunaan ban kapten bertajuk One Love, demi menghormati hukum dan budaya di Qatar yang melarang LGBTQ. Sebab, meskipun frasa One Love pada awalnya membawa pesan anti diskriminasi, tetapi warna pelangi pada ban kapten jamak dipahami sebagai simbol LGBTQ. Itu sebabnya Qatar terang-terangan melarang setiap bentuk kampanye, atribut yang memberikan dukungan pada LGBTQ. Baik kebijakan FIFA maupun Qatar juga merupakan sikap politik.
Baca Juga:Dapat Alokasi BKK Dusun, 6 Dusun di Kendal Ini Bisa Bangun Infrastruktur PublikProgram Kendal Cerdas, 159 Siswa SMP Berprestasi Diberi Beasiswa
Kebijakan ini menuai protes dari banyak negara Barat, dan ini pun sikap politik kan? Pun aksi kapten timnas Inggris, Harry Kane yang nekat mengenakan ban kapten pelangi sebagai bentuk protes juga sebuah tindakan politik. Lalu saat squad timnas Jerman menunjukkan gesture tutup mulut sebagai wujud protes kebijakan FIFA dan Qatar soal ban kapten, lagi-lagi ini pun tindakan politik.
Sebelum Piala Dunia, Federasi Sepak Bola Eropa (UEFA) dan FIFA juga menyerukan sikap solidaritas mendukung Ukraina dan mengecam hingga menghukum Rusia, menyikapi perang Rusia-Ukraina. Rusia tidak diperkenankan menjadi tuan rumah semua pertandingan sepak bola internasional. Di sisi lain, sejumlah bintang sepak bola Muslim memilih menolak ajakan sikap solidaritas untuk Ukraina sebagai wujud protes atas sikap berbeda yang dimiliki FIFA maupun UEFA terhadap apa yang dialami Palestina selama bertahun-tahun diduduki Israel.