KAJEN,Radarpekalongan.id – Risiko atau potensi banjir di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kupang yang melintasi wilayah Kota dan Kabupaten Pekalongan diprediksi akan semakin meluas kedepannya. Hasil kajian kolaboratif antara Mercy Corps Indonesia, Universitas Diponegoro, dan Institut Pertanian Bogor di bawah payung program Zurich Flood Resilience Alliance pada tahun 2020, 80% wilayah Kota Pekalongan akan tergenang permanen di 2035.
Banjir akan mencapai 9 Km dari bibir pantai. Dari kajian itu area tergenang permanen diprediksi akan semakin meluas, dari 1.478 hektar di tahun 2020 menjadi 5.721 hektar di tahun 2035. Dimana 90% Kota Pekalongan dan sebagian besar wilayah pesisir Kabupaten Pekalongan akan tergenang. Wilayah yang tergenang meliputi area pertanian, perikanan budidaya, dan juga pemukiman.
“Wilayah pemukiman yang tergenang diperkirakan akan meningkat 100 kali lipat, dari 0,5 persen menjadi 51 persen pada kurun waktu 2020 hingga 2035,” terang Urban Governance Specialist Mercy Corps, Arif Ganda Purnama.
Baca Juga:Pesona Petungkriyono Kabupaten Pekalongan, Pegunungan Dengan Eksotisme Air Terjun Di Tengah Hutan, Wisata 1000 CurugCurug Bulu Damar, Pesona Terpendam di Tengah Hutan Perawan di Kabupaten Pekalongan, 1 Jam Jalan Terabas Hutan
Peningkatan muka laut 0,81 cm/tahun dan penurunan muka tanah 0 – 34,5 cm/tahun dengan median 16,5 cm/tahun juga berkontribusi terhadap peningkatan risiko banjir di DAS Kupang. Tingginya penurunan muka tanah, terutama di area hilir dan pesisir, mengakibatkan timbulnya area-area yang tergenang permanen. Menurutnya, land subsidence paling parah ada dua episentrumnya, yakni di barat Wonokerto dan di sekitar Buaran.
Dikatakan, persoalan banjir di pesisir Pekalongan sangat kompleks. Tidak hanya disebabkan oleh air laut (rob) semata. Menurutnya, ada tiga faktor penyebab banjir, yakni sungai, hujan, dan air laut.
“Ketiga faktor ini harus satu tindakan atau menyeluruh (holistik). Kemarin kita ngobrol dengan teman-teman di kabupaten. Kita tidak hanya bisa mengandalkan struktur atau tanggul. Harus ada satu roadmap yang sifatnya ada empat strategi besar,” kata dia.
Pertama, kata dia, adaptasi kewilayahan. “Lahan-lahan yang sudah basah itu mau diapakan. Apakah masih ada warga yang mau tinggal di situ atau seperti apa. Intinya perlu ada adaptasi dari sisi wilayahnya. Kalau misalkan perlu direlokasi seperti apa langkahnya, apakah mungkin atau tidak,” terang dia.
Strategi kedua adalah pengurangan daya rusak air. Ini menggunakan struktur teknis. “Ada tanggul laut, tanggul sungai, dan lainnya. Tapi ini bukan satu-satunya. Salah satu dari empat. Domainnya ini lebih banyak di PU. BBWS kalau wilayah sungai,” katanya.