Anak Bisa Mendendam dengan Kemarahan Ayah, Tetapi Tidak dengan Ibunya

Anak Bisa Mendendam dengan Kemarahan Ayah, Tetapi Tidak dengan Ibunya
Kasih sayang seorag ibu memang tak terhigga. (Foto: https://cdn1-production-images-kly.akamaized.net/)
0 Komentar

Begitulah Ibu, mahir membereskan banyak hal, banyak masalah. Saat gaji Ayah kecil, Ibu akan mengaturnya sedemikian rupa agar tetap mencukupi. Ketika Ayah memarahi anaknya dengan keras, bahkan mungkin nyaris main tangan, Ibu pula yang menenangkan si suami sambil membesarkan hati sang anak agar tak mendendam.

Saat anaknya nakal dan sering menyebabkan masalah, kesabaran seorang Ayah melemah. Ia bisa mencapai puncak kemarahannya, setelah itu memilih mendiamkan si anak. Tetapi tidak dengan Ibu. Meski tetap kecewa dengan anaknya, rasa sayangnya lebih mendominasi. Ketika kata-kata Ayah tak lagi efektif, Ibulah yang akan menggantikannya dengan kasih sayang. Kasih sayang adalah nasehat yang tak tercucap, inilah bahasa Ibu.

Dan entah kenapa, anak mudah mendendam dengan kemarahan sang Ayah, tetapi tidak dengan kemarahan ibunya. Bener gak sih?

Baca Juga:Ayo Cegah Stunting, Dimulai dari Pemberian Menu Sehat untuk Balita379 Pesilat PSHT Ikut Ambil Bagian dalam Kejuaraan Pencak Silat Antar Ranting

Ibu adalah makhluk multitaksing paling berbakat yang diciptakan Tuhan. Memikirkan dan melakukan banyak hal dalam waktu yang simultan. Tetapi hasilnya tetap menngagumkan. Lantai rumah bersih dan kinclong, tetapi masakan tak gosong, meski dilakukan bersamaan. Coba minta Ayahmu untuk memikirkan dua atau tiga masalah bersamaan, ia akan stres dan menjadi lebih mudah marah.

Dia bisa menyelesaikan aktivitas memasak, menyapu, memasak dan menyuapi si kecil dalam satu tarikan nafas. Namun sebanyak apapun pekerjaan yang tengah dihadapi seorang ibu, anak tetap masuk daftar prioritas tertinggi. Ia akan berlari dengan cemas dari dapur ke kamar, begitu mendengar anaknya terbangun dan menangis. Padahal, ia baru saja sempat memakan beberapa suapan.

Ketika anaknya sakit, maka seorang ibu akan memusatkan semestanya hanya untuk si buah hati. Pengajian ia tinggalkan, rencana shoping ia tanggalkan, jadwal arisan dan ngerumpi auto dibatalkan. Kalau ia bekerja, ia memilih izin cuti untuk bisa fokus merawat anaknya. Ia bisa tetap awas meski tertidur, saat anaknya bangun dan rewel, Ibu pun reflek bangun, menggendong anaknya agar tidur lagi. Tak peduli baru berapa menit matanya terpejam.

Bayangkan para laki-laki, para suami, betapa cenut-cenutnya kepala ketika harus terbangun saat tidur belum benar-benar mapan.

0 Komentar