Karena itu, cahaya oleh kepala keluarga musyrik itu dipandang sebagai perlambang, sebuah simbol. “Bukankah kita telah berlaku aniaya pada diri kita sendiri karena tetap dalam kegelapan, meskipun Abu Yazid telah datang kepada kita membawa cahaya,” begitulah katanya. Dengan kata lain, Imam Abu Yazid telah menghadirkan kebahagiaan dan kenyamanan untuk seluruh anggota keluarga orang musyrik itu, khususnya anak kecil. Lalu, bagaimana dengan kita? Mampukah kita mengajak diri kita sendiri untuk mulai membiasakan kebaikan dan mengasingkan keburukan sebelum kita mengajak orang lain untuk melakukannya? Wallahu a’lam. (*)