“Kolaborasi lebih dalam di area peningkatan kualitas risiko kredit dan peningkatan literasi masyarakat perlu didorong secara masif, misalnya dengan sektor jasa keuangan lainnya seperti BPR dan BPD,” ujarnya.
Kelima, industri startup Indonesia masuk ke babak baru. Meskipun nilai pendanaan startup fintech di Indonesia meningkat 8,4% pada tahun 2022, akan tetapi jumlah deals menurun 28% (UOB, 2022). Kondisi inflasi dan ekonomi global mendorong investor menjadi lebih selektif dalam mendanai startup, dengan fokus pada profitabilitas dibandingkan growth.
Kondisi ini, menyebabkan startup kerap kali melakukan efisiensi dan optimisasi biaya dalam mempersiapkan cash flow untuk memperpanjang runaway. Namun, menurut Hendri, kondisi ini tidak bisa sepenuhnya dipandang negatif. Hal ini dikarenakan fenomena ini merupakan siklus yang berdampak transformatif pada ekosistem startup di Indonesia.
Baca Juga:Adab-Adab Membaca AlquranSi Cantik Aurelie Moeremans Ungkap Pengalaman Menarik Bintangi Drama Mantan Tapi Menikah
“Tahun ini ekosistem startup fintech mengalami transformasi yang mendorong penyesuaian terhadap model bisnis yang commercially viable. Perubahan ini mendorong iklim persaingan perusahaan fintech startup menjadi lebih sehat dan inovatif,” kata Hendri.
Keenam, edukasi dan penindakan tegas kunci dalam memberantas investasi ilegal. Praktik investasi ilegal masih menjadi tantangan serius dalam pengembangan sektor keuangan digital di Indonesia. Berdasarkan data yang dirilis oleh Satgas Waspada Investasi (SWI) sepanjang tahun 2022, total kerugian akibat praktik investasi ilegal mencapai Rp109 triliun, atau meningkat 44 kali dari total tahun sebelumnya.
Steering Committee IFSOC, Tirta Segara, menyampaikan bahwa di sektor keuangan nasional, terdapat ruang rentan sebagai akibat masih lebarnya jurang inklusi dan literasi keuangan di Indonesia. Menurutnya, seiring mendorong peningkatan literasi keuangan masyarakat melalui edukasi yang masif, perlindungan konsumen dan penindakan tegas sebagai upaya mitigasi juga sangat dibutuhkan untuk menutup kemungkinan kerugian yang lebih besar.
“Di bidang pengawasan, koordinasi antar otoritas serta lembaga perlu terus dijaga, dan kolaborasi dengan industri perlu terus didorong untuk edukasi secara masif, termasuk dengan memanfaatkan teknologi informasi,” ujar Anggota Dewan Komisioner OJK 2017-2022 tersebut.
Ketujuh, UU PPSK hadir sebagai payung hukum pengembangan fintech. IFSOC berpandangan bahwa penerbitan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) telah menjawab permasalahan relevansi regulasi di sektor keuangan sebagai dampak perkembangan teknologi.