“Solusinya win-win solutions. Ini hanya masalah kesadaran dan pengertian saja. Kalau tujuan pembangunan, saya kira tidak ada yang tidak setuju, melihat Jalan Urip Sumoharjo dan Jalan Soekarno-Hatta yang selalu crowded. Ditambah, antrean kendaraan terjadi sampai jembatan, ini kan bahaya,” tuturnya.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Magelang, Joko Budiyono mengatakan, terdapat 109 bidang tanah yang mendapatkan ganti untung. Sejauh ini, pembayaran kepada pemilik lahan dan bangunan sudah terealisasi 90 persen.
”Januari 2023 sudah dilelang, kemungkinan untuk pengerjaan pada Maret 2023 mendatang,” kata Joko Budiyono.
Baca Juga:Angka Stunting Tersisa 10 PersenIOH Optimalkan Jaringan Demi Dukung Kebutuhan Digital Pelanggan
Ia menjelaskan, pembangunan flyover Canguk ini dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat. Adapun Pemkot Magelang bertugas membantu menyosialisasikan dan identifikasi warga yang terdampak.
”Ini menjadi wewenang pemerintah pusat, maka Pemkot Magelang hanya memfasilitasi, memberikan pendampingan, serta menjaga dari mulai proses perencanaan hingga realisasi pembangunan berjalan lancar,” ujarnya.
Namun, tidak semua warga sepakat terkait pembebasan lahan dengan uang ganti untung. Sebagian warga Kampung Canguk, Kelurahan Rejowinangun Utara, Kecamatan Magelang Tengah menolak nilai ganti untung yang akan diberikan untuk pembebasan lahan dan bangunan guna mega proyek flyover dan underpass karena nilainya dianggap terlalu rendah yaitu sebesar Rp6 juta per meter persegi sudah termasuk lahan dan bangunan.
Salah satu warga setempat, Didi berujar bahwa harga Rp6 juta per meter persegi untuk tanah dan bangunan, di luar penghitungan warga sebelumnya. Sebab, seharusnya ada ganti rugi fisik (tanah dan bangunan) dan kerugian nonfisik yang diestimasikan untuk bangunan lebih dari 30 tahun yakni sebesar 30 persen dari harga total. (wid)