“Kalau orang lain bisa, kenapa harus kita?” Pernah berpikir demikian atau mendapati orang lain mengatakan hal tersebut? Sejatinya, pemikiran ini merupakan akar dari fenomena social loafing, ketika individu cenderung berlepas tangan dari tanggung jawabnya dalam kelompok.
Social loafing atau kemasalahan sosial menggambarkan kecenderungan individu untuk memberikan usaha paling minimal ketika mereka menjadi bagian dari suatu kelompok.
Dalam kerja kelompok, para anggota menyatukan upaya mereka untuk mencapai tujuan bersama. Logikanya, individu akan berkontribusi lebih sedikit daripada bertanggung jawab dalam kerja individu.
Baca Juga:4 Tipe Attachment Style, Pengaruhi Kualitas Hubunganmu dengan Orang LainDefusion Technique: 4 Cara Menguraikan Pikiran dan Perasaan
Namun, tidak jarang justru muncul perasaan tentang tidak adanya keharusan untuk memberikan ide atau kontribusi lainnya karena berpikir bahwa orang lain akan melakukannya. Perilaku ini berpotensi menciptakan kesenjangan usaha antar anggota kelompok.
Apa Itu Social Loafing?
Mengenal istilah social loafing. (Sumber: Practical Psychology)
Istilah social loafing atau kemalasan sosial pertama kali dicetuskan oleh Max Ringelmann, seorang insinyur pertanian Prancis, sebagai hasil dari eksperimen yang dia lakukan pada tahun 1913. Ringelmann meneliti cara agar para petani dapat memaksimalkan produktivitas mereka.
Dia meminta sekelompok orang untuk menarik seutas tali dengan harapan bahwa semakin banyak yang menarik tali, maka kekuatan yang dihasilkan akan semakin besar. Namun, hasil yang didapatkan justru sebaliknya. Sekelompok orang tersebut justru menarik tali lebih kuat saat mereka sendirian, daripada saat melakukannya secara berkelompok.
Beberapa peneliti lainnya kemudian melakukan penelitian serupa di tahun 1974. Namun, pada penelitian ini hanya satu orang yang diuji. Sedang sisanya diminta untuk berpura-pura menarik tali.
Melalui penelitian ini, diperoleh hasil bahwa semakin banyak orang dalam kelompok, maka semakian sedikit usaha yang dikeluarkan.
Social loafing juga dikenal sebagai Ringelmann effect, situasi di mana seseorang cenderung mengeluarkan lebih sedikit usaha ketika berada dalam kelompok, dibandingkan saat mereka bekerja sendirian.
Para social lofers sederhananya tidak mau berusaha secara maksimal dalam mengerjakan tugas kelompok. Mereka berpegang pada asumsi bahwa tugas bersama akan diselesaikan oleh rekannya yang lain.