RADARPEKALONGAN.ID – Pada tanggal 22 Januari 2023 mendatang, masyarakat Tionghoa akan merayakan Tahun Baru Imlek yang merupakan salah satu hari raya mereka.
Setiap perayaan Imlek, masyarakat Tionghoa mempunyai makanan khas yang selalu tersedia, bahkan bisa dikatakan wajib, yaitu kue keranjang.
Kue tradisional tersebut sangat identik dengan masyarakat Tionghoa saat merayakan Imlek. Bahkan tidak jarang kie tersebut dibagikan kepada warga sebagai bentuk raya syukur dengan datangnya tahun baru.
Baca Juga:Master LetnanMainan Lato-lato Ternyata Telah Lama di Larang di Negara Asalnya, Simak Sejarahnya
Seperti apa sebenarnya sejarah kue keranjang itu sendiri dan maknanya bagi warga Tionghoa?
Kue keranjang atau yang memiliki nama mandarin Nian Gao (年糕) atau dalam dialek Hokkian disebut Ti Kwe (甜棵), menjadi salah satu makanan khas Tahun Baru Imlek yang cukup populer di Indonesia.
Bahkan hadirnya kue tersebut di pasaran, seolah sudah menjadi pertanda jika perayaan Tahun Baru Imlek akan segera tiba.
Kue keranjang sendiri terbuat dari bahan dasar tepung ketan dan gula serta memiliki tekstur lengket. Kue ini biasanya digunakan untuk sembayang pada leluhur oleh masyarakat Tionghoa yang ada di Indonesia.
Sedangkan nama ‘keranjang’ sendiri diberikan pada kue ini karena pada saat proses pembuatannya dicetak pada wadah yang berbentuk keranjang.
Lalu, bagaimana asal usul dari kue ini dan apa makna kehadiran kue keranjang pada saat perayaan Tahun Baru Imlek?
Asal-usul Sejarah Kue Keranjang
Bila dikulik ke belakang, sebenarnya ada banyak sekali cerita dan legenda yang menceritakan asal usul dari kue keranjang.
Baca Juga:Tahlil KanjuruhanCeres Swasta
Menurut mitos populer, pada zaman dahulu, di daratan Cina ada seekor raksasa yang menghuni gua di sebuah gunung bernama “Nian”.
Raksasa ini kerap keluar dari gunung ketika merasa lapar dan akan berburu hewan untuk dimakan. Namun saat musim dingin, ‘Nian’ kesulitan mendapatkan buruan, karena hewan-hewan di gunung berhibernasi.
Akibatnya ‘Nian’ pun kerap turun ke desa-desa d sekitar gunung untuk mencari korban manusia yang akan ia jadikan makanan. Hal itu tentu saja membuat semua penduduk desa hidup dalam ketakutan.
Hingga akhirnya pada suatu hari seorang penduduk bernama “Gao” memiliki ide cerdik. Gao membuat sebuah kue dengan campuran tepung ketan dan gula, kemudian meletakkannya di depan pintu.