“Yang terpilih belum tentu mampu. Yang mampu belum tentu terpilih”.
Itulah penyakit bawaan demokrasi murni.
Dan kita menikmati penyakit itu.
Apakah harus kembali tertutup?
Delapan partai sudah menolaknya. Tapi tidak memberikan solusi untuk keluar dari penyakit itu. Mungkin mereka hanya akan mengandalkan pada proses: lama-lama kita akan dewasa. Kalau rakyat sudah sejahtera tidak akan mau lagi dibeli. Ini sama dengan harapan lama dulu: kalau gaji dinaikkan tidak akan ada lagi korupsi.
“Saya setuju kembali ke sistem tertutup,” ujar Prof Dr Syukur Abdullah, dekan Fakultas Sosial Politik Universitas Hasanuddin Makassar. Saya bertemu Prof Syukur Rabu lalu. Di Unhas. Sama-sama hadir di ujian terbuka calon doktor komunikasi ke-4 Unhas: Erniwati. Ia yang memimpin sidang. Saya salah satu dari 6 penguji.
Dengan sistem tertutup orang memang akan memilih partai. Lama-lama hanya sedikit partai yang bisa bertahan. Terjadilah penyederhanaan partai secara alamiah. Pun tanpa perlu membatasi hadirnya partai baru. “Silakan saja partai baru hadir, tapi akan sulit lolos ke Senayan,” ujar doktor filsafat politik lulusan Bonn, Jerman ini.
Baca Juga:Final Energen Champion SAC National Championship, Jokowi Ingin Cabor Lain Bisa TiruMiris, Dua Remaja Ini Culik dan Bunuh Bocah 11 Tahun untuk Dijual Organ Tubuhnya
Yang pro sistem terbuka pasti lebih banyak. Tapi belum ada yang memberikan konsep rinci bagaimana bisa mengatasi penyakit parahnya itu. Alasan mereka cenderung ”pokoknya itu lebih demokratis”. Seolah demokratis sebagai tujuan, bukan alat.
PDI Perjuangan sendiri seperti berhenti pada melontarkan gagasan. Tidak ada perlawanan terhadap kesepakatan 8 partai.
Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristianto tidak terlihat lagi bicara soal ini. Ia sibuk di acara puncak HUT partai ke 50 di JI Expo Kemayoran Jakarta.
Begitu kolosal acara itu. Begitu merah lautan manusianya. Ketua Umum Megawati tampil sendirian di panggung besar. Dia berpidato dengan cara duduk di kursi, di belakang sebuah meja. Dia berbicara panjang dengan gaya seperti ibu kepada anak-anaknya.
Kalimat yang ditunggu wartawan pun tidak keluar: siapa calon presiden dari PDI Perjuangan. Calon itu masih di tas Megawati. Yang sudah dijelaskan hanya satu: pasti dari dalam partai sendiri.
Megawati seperti sengaja meninggalkan teka-teki. Bahwa pasti dari dalam partai, Ganjar Pranowo adalah orang partai. Tapi secara simbolis Mega terus saja menguraikan kepahlawanan wanita. Wanita harus sejajar dengan pria. Dan itu meninggalkan tanda tanya: Puan Maharani?