Kamu mungkin menderita imposter syndrome jika sering ragu dengan diri sendiri, bahkan ketika kamu berada dalam sebuah keberhasilan. Kepuasan sangat sulit untuk dicapai, tidak peduli meski kemampuanmu diakui banyak orang.
Imposter syndrome bukanlah penyakit mental yang dapat didiagnosis, melainkan istilah yang dilekatkan pada perspektif seseorang terhadap kecerdasan dan prestasi, juga terkait dengan perfeksionisme dan penerimaan sosial.
Suzanna Imes dan Pauline Rose Clance merupakan psikolog yang pertama kali mencetuskan istilah ini pada tahun 1970-an. Imposter syndrome merefleksikan keyakinan seseorang bahwa dia adalah sebuah kegagalan dan tidak memiliki kompetensi meski banyak bukti yang menunjukkan keterampilan dan kesuksesannya.
Baca Juga:Stop Menolak, Kamu Berhak Menerima PujianAyo Investasi Diri! 10 Cara Jadikan Diri Sendiri Sebagai Aset untuk Meraih Sukses
Walaupun sudah meraih banyak hal dalam hidupnya, orang dengan imposter syndrome justru merasa dirinya kurang baik. Keraguan terhadap diri sendiri bukanlah hal yang asing bagi mereka.
Penelitian mengenai syndrome ini yang dilakukan pada 1978 mendapatkan temuan bahwa setidaknya 70 orang pernah mengalami keadaan ini di hidup mereka.
Tipe Imposter Syndrome
Tipe imposter syndrome. (Sumber: freepik.com)
Keraguan terhadap diri sendiri dapat memengaruhi bagaimana ia menilai pencapaian, kompetensi, dan kemampuannya. Saat tingkat keraguan tinggi, mereka sulit mengembangkan image diri secara realistis. Bukti tidaklah cukup untuk membuat mereka mendefinisikan diri sesuai realitas.
Hal ini mendorong seseorang mengalami imposter syndrome, yang oleh Valerie Young, seorang ahli di bidang ini, diklasifikasikan ke dalam lima tipe.
The Perfectionist
Orang dengan tipe imposter syndrome perfeksionis selalu merasa bahwa mereka seharusnya melakukan yang lebih baik lagi, kecuali ketika sudah mencapai titik yang benar-benar sempurna.
Sifat perfeksionis ini membuat orang merasa bahwa mereka tidak sebaik yang orang lain kira. Mereka merasa masih banyak hal yang harus dipelajari dan tidak percaya bahwa hal hebat sudah mereka lakukan.
Tipe ini membuat orang jarang puas karena pencapaian yang diperoleh masih bisa ditingkatkan. Memang, tipe perfeksionis ingin menjadi lebih baik, tetapi ini bukanlah hal yang baik. Orang perlu mengakui keberhasilan dan merayakan pencapaian untuk mengapresiasi diri dan meningkatkan rasa kepercayaan diri.