Oleh : Dahlan Iskan
PERTAHANAN terakhir itu jebol. Semua teroris tertangkap. Atau tertembak. Tak tersisa. Habis.
Kawasan Poso, Sulawesi Tengah, mestinya sudah bisa tenang. Waktunya membangun. Menyejahterakan rakyat.
Kalau bisa. Kalau mau.
Atau, terorisnya muncul lagi. Teroris baru. Generasi baru. Diberi kesempatan berkembang. Dipelihara. Bisa sebagai proyek.
Baca Juga:Sobekan LeadAlhamdulillah, Anak Yatim akan Terima Bansos Rp600 Ribu Bulan Ini, Petugas PT Pos Indonesia akan Mengantarkannya ke Rumah
Saat Brigjen Farid Makruf (kini Mayjen TNI, Pangdam V/Brawijaya) meninggalkan jabatan Danrem Sulteng, terorisnya tinggal tiga orang. Di hari serah terima jabatan, tertembak lagi satu orang. Tinggal dua. Beberapa waktu setelah meninggalkan Palu, Farid mendapat laporan: yang dua orang itu pun tertembak.
Benteng terakhir teroris Poso itu di tengah hutan. Di gunung bergunung. Bukan hutan rimba. Itu hutan tanaman rakyat: kakau, kopi, dan belakangan vanila. Hutan rimbanya di sisi lebih Barat, ke arah taman nasional Lore Lindu. Yang ada danau Lindu-nya. Yang jadi pusat populasi burung Maleo.
Sedang pegunungan teroris itu populer dengan sebutan ”Gunung Biru”. Itu bukan nama asli. Istilah Gunung Biru baru terkenal belakangan, sejak sering terjadi operasi penangkapan teroris di kawasan itu.
Kawasan Gunung Biru juga dijadikan tanah impian bagi para ekstremis yang ingin menegakkan wilayah berdasar ajaran Islam. Semacam kawasan otonomi Islam di dalam provinsi Sulteng.
Sebenarnya konflik antar agama di Poso sendiri sudah selesai tahun 2007. Yakni sejak ditandatangani perdamaian Malino. Yang terjadi setelah itu adalah terorisme.
Konflik antar agama di Poso berlangsung selama 9 tahun. Sejak 1998. Sejak terjadi krisis moneter yang disusul dengan krisis sosial dan politik.
Pada masa krisis itu, negara memang sangat lemah. Secara ekonomi apalagi secara pemerintahan. Kelompok-kelompok penekan yang menguat. Mereka yang seperti menggantikan pemerintah. Adu kuat terjadi di mana-mana. Konflik horizontal meluas. Pun yang penyebabnya sepele: kekerasan antar remaja. Apalagi kalau dua remaja itu beda aliran atau beda agama.
Baca Juga:Tertutup TerbukaFinal Energen Champion SAC National Championship, Jokowi Ingin Cabor Lain Bisa Tiru
Konflik Poso pun awalnya hanya persoalan dua remaja: Roy Runtu dan Ahmad Ridwan.
Itu terjadi di bulan puasa. Tahun 2008. Malam hari. Jam 10 malam. Kebetulan hari itu juga malam Natal. Tanggal 24 Desember.