Gaya kemarahan pasif merupakan tindakan penyaluran kemarahan dengan penghindaran. Dalam situasi yang secara realistis dapat menimbulkan kemarahan atau protes, orang dengan gaya ini tetap diam, menangis, atau mengkritik dan menyalahkan diri sendiri.
Jika mereka benar-benar merasa marah, mereka memilih menyendiri untuk menghindari kemungkinan konflik terbuka.
Namun, kurangnya ekspresi ini berdampak buruk. Mereka menggunakan energi untuk terfokus melindungi orang lain atau menjaga hubungan alih-alih memenuhi kebutuhan emosial sendiri. Sehingga mereka kehilangan ruang untuk mengekspresikan kemarahan.
Baca Juga:3 Level Celebrity Worship Syndrome, Yakin Gak Fangirling Berlebihan?8 Fakta Psikologi tentang Cinta yang Belum Banyak Diketahui
Ketika mereka tidak bisa lagi mengatasi kemarahan karena terlalu sering memendam, mereka menjadi bom waktu.
Kemarah pasif merusak kesadaran diri dan cara orang mengekspresikan diri. Orang perlu menyadari bahwa marah adalah hal yang wajar. Yang harus dilakukan bukanlah menyembunyikan kemarahan, tetapi menyampaikannya dengan tepat. Atau mereka bisa mempertimbangkan untuk membicarakan setelah emosi mereda.
Displaced Anger
Tipe marah salah tempat. (Sumber: freepik.com)
Displaced anger juga disebut sebagai kemarahan yang salah tempat karena melampiaskan kemarahan ke tempat yang salah. Karenanya, kemarahan jenis ini dapat melanggengkan tindakan negatif dan bisa memantik siklus konflik.
Orang yang mengalami hal ini cenderung memiliki kontrol yang buruk terhadap diri sendiri. Ketidakmampuan mengatur emosi membuat mereka menyalurkan kemarahan yang terpendam pada orang atau situasi yang tidak berhubungan dengan sumber kemarahan.
Memvalidasi dan mengatur kemarahan diri sendiri menjadi cara aga tidak melakukan displaced anger terhadap orang lain dan dapat mengekspresikan kemarahan pada tempat yang tepat.
Chronic Anger
Kemarahan kronis. (Sumber: freepik.com)
“Tiada hari tanpa kemarahan,” itulah kalimat yang tepat untuk menggambarkan orang dengan chronic anger atau kemarahan yang kronis. Mereka terkadang marah tanpa sebab atau bahkan mencari alasan untuk marah.
Kemarahan kronis juga tercermin dalam banyak komentar marah di internet, pernyataan pendapat yang lebih banyak mengungkapkan kemarahan daripada argumen rasional. Kemarahan seperti itu merusak kapasitas untuk bersikap sopan, terbuka, memahami, atau berbelas kasih.