Presiden Jokowi juga gemes. Tapi berhasil intervensi. Ketua umum PSSI tergusur. Dengan segala konsekuensi. Tapi tidak sampai berhasil melakukan reformasi di tubuh PSSI.
Ketua umum PSSI yang sekarang tidak perlu digusur. Beliau sudah mengundurkan diri. Bisa dengan mudah dipilih ketua umum yang baru. Juga wakil ketua umum. Dan anggota Exco.
Pemerintah juga sudah terlihat punya calon: Eric Thohir, menteri BUMN. Ia juga orang gila sepak bola. Ia pernah sampai menjadi pemilik klub sepak bola dunia, Inter Milan.
Apakah Eric pasti terpilih?
Baca Juga:Brandon AssamariyyunWaduh, 569 Pasangan di Daerah Ini Minta Dispensasi Nikah, Ternyata Sudah Hamil Duluan
Tidak hanya bola yang bundar. Bumi manusia juga bundar. Dan kongres PSSI dilaksanakan di bumi manusia itu: tergantung pemilik suara dalam kongres.
Sayangnya pemilik suara itu sangat bervariasi dalam hal keinginan untuk memajukan sepak bola. Pemilik suara itu adalah para ketua asosiasi sepak bola provinsi. Masing-masing punya satu suara.
Di luar asprov dan klub liga 1, 2, dan 3. Ada juga asosiasi pelatih, sepak bola wanita, dan futsal. Total 87 voter.
Komposisi hak suara seperti itu juga menjadi problem di cabang olahraga lainnya. Betapa banyak provinsi yang tidak memperhatikan pembinaan sepak bola. Anda pun tidak pernah mendengar: di provinsi mana ada kegiatan sepak bola apa. Mereka tetap punya hak suara yang sama dengan provinsi yang gila sepak bola.
Sedang pemilik klub, manusia yang paling gila sepak bola, juga hanya punya satu suara. Gila dan tidak gila punya hak suara yang sama. Banyak yang akhirnya menyesal gila.
Benar. Terlalu banyak suara yang dipegang oleh mereka yang kurang peduli pada sepak bola. Mereka inilah sumber pendulangan suara dalam kongres. Dengan cara apa pun.
Harusnya prinsip meritokrasi juga berlaku di sepak bola. Siapa yang punya kontribusi terbesar mempunyai hak suara yang lebih besar.
Baca Juga:Hibah SalahDitawari Mas Kawin Mobil, Wanita Ini Malah Pilih Kain Kafan, Ini Alasannya
Hak suara provinsi tidak perlu dihapus. Tapi tidak boleh dominan. Terutama provinsi yang tidak serius mengurus sepak bola.
Jelas sekali: yang paling serius memikirkan sepak bola adalah pemilik klub. Bukan hanya serius tapi sudah gila yang tidak pura-pura. Harta, waktu, dan tenaga dicurahkan habis-habisan. Tapi nasibnya ditentukan oleh mereka yang tidak serius. Tragis sekali.