RADAR PEKALONGAN.ID – Membaca Sholawat Miftahul Maqosid karya Syekh Abdul Malik layak dibaca secara rutin. Mengingat dalam situasi sekarang ini, terkadang kejadian musibah banjir, longsor, kebakaran maupun bencana lainnya terjadi di lingkungan kita. Pastinya kita tidak menginginkan musibah itu terjadi. Oleh karena itu, kewaspadaan atau melakukan pencegahan biar musibah tidak terjadi diperlukan.
Selain ikhtiar lahiriah, rasanya perlu bagi kita untuk melakukan ikhtiar ‘langit’, atau memohon pertolongan kepada Allah SWT agar dijauhkan dari bencana.
Dalam literatur Islam, banyak sekali amalan, ijazah atau bacaan yang dapat digunakan untuk menolak bencana dan dijauhkan dari siksa neraka, salah satunya membaca Sholawat Miftahul Maqosid karya Syekh Abdul Malik.
Baca Juga:Hayam Wuruk Festival Pekalongan 2023 Kembali Digelar, Yuk Daftarkan Segera8 Dealer Mobil Ikut Ramaikan Promo Event Mandiri Tunas Finance Auto Show 2023
Sejatinya nama asli beliu adalah Muhammad Ash’ad bin Muhammad Ilyas atau yang kerap disapa dengan panggilan Syekh Abdul Malik Kedung Paruk lahir pada hari Jum’at, tanggal 3 Rajab tahun 1294 H atau bertepatan pada tahun 1881 M, di Purwekerto, kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Nama Abdul Malik diperoleh dari sang ayah ketika mengajaknya menunaikan ibadah haji bersama.
Sebagaimana diungkapkan oleh murid beliau, yakni Habib Luthfi bin Yahya, Syekh Abdul Malik tidak pernah menulis satu karya pun. Karya-karya al-Alamah Syekh Abdul Malik adalah karya-karya yang dapat berjalan, yakni murid-murid beliau, baik dari kalangan Kiai, ulama maupun shalihin.
Diantara warisan beliau yang sampai sekarang masih menjadi amalan yang dibaca bagi para pengikut thariqah adalah buku kumpulan shalawat yang beliau himpun sendiri, yaitu al-Miftah al-Maqashid li-ahli at-Tauhid fi ash-Shalah ‘ala babillah al-Hamid al-majid Sayyidina Muhammad al-Fatih li-jami’i asy-Syada’id.” Shalawat ini diperolehnya di Madinah dari Sayyid Ahmad bin Muhammad Ridhwani al-Madani.
Konon, shalawat al-Miftah al-Maqashid memiliki manfaat yang sangat banyak, diantaranya bila dibaca, maka pahalanya sama seperti membaca kitab Dala’ilu al-Khairat sebanyak seratus sepuluh kali, dapat digunakan untuk menolak bencana dan dijauhkan dari siksa neraka.
Selain menularkan ilmunya kepada santri-santrinya, yang kemudian menjadi ulama dan pemimpin umat, Syekh Abdul Malik juga memiliki santri-santri dari berbagai kalangan, seperti Haji Hambali Kudus, seorang pedagang yang dermawan dan tidak pernah rugi dalam aktivitas dagangnya dan Kiai Abdul Hadi Klaten, seorang penjudi yang kemudian bertaubat dan menjadi hamba Allah yang shaleh dan gemar beribadah.