Indonesia Penyumbang Kasus Kusta Nomor 3 di Dunia, Kemenkes Targetkan Eliminasi Kusta di Tahun 2024

Indonesia Penyumbang Kasus Kusta Nomor 3 di Dunia, Kemenkes Targetkan Eliminasi Kusta di Tahun 2024
penyakit kusta (sumber foto: alodokter.com)
0 Komentar

JAKARTA,Radarpekalongan.id – Indonesia masih menjadi penyumbang kasus kusta nomor 3 di dunia setelah India dan Brazil. Di tahun 2021 ada 7.146 penderita kusta baru, dengan proporsi anak sebesar 11% (data per 24 Januari 2022).

Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, saat membuka rangkaian peringatan Hari Kusta Sedunia di RSUP Sitanala Tangerang, Senin (31/1/2022), menyampaikan, penyakit kusta masih menjadi masalah kesehatan yang sangat kompleks, sebab hingga kini masih ada 6 provinsi yang belum mencapai eliminasi kusta. Prevalensi kusta di keenam provinsi tersebut masih di atas 1/10.000 penduduk.

Keenam provinsi tersebut yakni Papua Barat, Papua, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Utara dan Gorontalo. Sementara di tingkat kabupaten/kota, total masih ada 101 kabupaten/kota yang belum eliminasi kusta.

Baca Juga:12 Tahun Kondisi Jalan ke Desa Songgodadi di Pekalongan Rusak, Ini Harapannya WargaMedsos Bukan Tempat Lapor Tindak Kejahatan, Lapor ke Polisi

“Penyakit kusta masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia, kompleks, dan memerlukan perhatian semua pihak,” kata Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono.

Kementerian Kesehatan menargetkan eliminasi kusta di tahun 2024 mendatang. Namun demikian, upaya eliminasi kusta di Tanah Air masih dihadapkan pada berbagai tantangan. Salah satunya masih adanya stigma dan diskriminasi terhadap keluarga dan penderita kusta.

Akibat dari stigma ini, pasien kusta tidak dapat melanjutkan pendidikan, sulit mendapat pekerjaan, diceraikan oleh pasangan, dikucilkan oleh lingkungan, ditolak di fasilitas umum bahkan fasilitas pelayanan kesehatan. Sehingga penderita semakin sulit dideteksi dan diobati.

“Deteksi dini dan pengobatan segera penderita kusta sangat penting. Kecacatan akan terjadi jika gejala atau manifestasi kusta tidak diobati segera. Akibat lainnya, timbul permasalahan ekonomi dan stigmatisasi pada penderita serta keluarganya,” tuturnya.

Sementara itu, Sri Linuwih Menaldi dari Persatuan Dokter Kulit dan Kelamin Indonesia menyebutkan bahwa stigma dan diskriminasi terhadap pasien kusta masih akan terus terjadi hingga pasca eliminasi kusta. Untuk itu, Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) dan memiliki disabilitas baik itu mata, tangan, kaki perlu diberdayakan agar kualitas hidupnya jadi lebih baik.

“Pasien kusta tidak hanya fisiknya yang sakit, mentalnya juga sakit, jadi mereka perlu diberdayakan untuk mengikis stigmanya, kita pasti bisa,” katanya.

Upaya ini membutuhkan dukungan dari seluruh stakeholders dan seluruh lapisan masyarakat, termasuk Orang Yang Pernah Mengalami Kusta.

0 Komentar