Mengapa Fexting Menjadi Persoalan yang Tidak Remeh?
Alasan fexting adalah hal yang buruk. (Sumber: freepik.com)
Dalam bentuk apa pun, argumen dapat mendatangkan stres, apalagi jika bertahan dalam waktu yang lama. Jika terjadi dalam pesan singkat, pertengkaran atau adu argumen ini akan berjalan dengan lebih buruk. Setidaknya, terdapat beberapa alasan mengapa hal ini bisa terjadi.
Tidak Ada Nada Bicara yang Terlibat
Orang bisa mendefiniskan nada bicara dengan cara yang berbeda-beda. Mereka hanya membaca dan tidak bisa mengetahui secara jelas emosi yang disertakan dalam pesan yang diterimanya. Mungkin, mereka menangkap pesanmu secara berbeda dengan apa yang kamu niatkan.
Teks tidak memiliki nada. Semuanya datar secara tertulis. Sehingga, lelucon sekalipun dapat disalahartikan sebagai penghinaan.
Baca Juga:6 Hal Ini Tandai Adanya Daddy Issue dalam DirimuAda 5 Level Leadership, Berada di Tingkat Mana Kepemimpinanmu?
Untuk menghindari fexting, kamu bisa menggunakan emoji, stiker, GIF, atau sejenisnya untuk mengungkapkan energimu. Ini dapat lebih menghidupkan energi, meski tetap saja, perkataanmu masih bisa disalahartikan.
Bisa Menimbulkan Miskomunikasi
Berkirim pesan pada umumnya adalah pertukaran bolak-balik yang cepat, dan saat mencapai level fexting, ritmenya bisa menjadi lebih cepat. Kamu mungkin tergoda untuk tidak membaca semua balasan seseorang sebelum kamu menanggapi lagi, dan semakin kamu kesal, semakin sulit untuk mengekspresikan dirimu dengan jelas atau untuk memahami lawan bicaramu dengan lebih baik
Kondisi ini dapat dengan cepat berubah menjadi situasi yang lebih besar dan lebih buruk, dan semakin kamu kesal, kamu semakin tidak rasional.
Bahasa Tubuh Tidak Menyertai
Selain isyarat vokal, manusia juga menyertakan bahasa tubuh dalam percakapan tatap muka. Akan tetapi, tidak dalam komunikasi melalui teks. Fexting dapat berkembang ke tahap yang lebih buruk tanpa saling menyadari betapa kesalnya lawan bicara.
Biasanya, ketika kamu marah dan melihat objek kemarahanmu hampir menangis, kamu memilih untuk berhenti sejenak. Sedangkan melalui teks, kamu tidak mengetahui apakah rekanmu menangis atau tidak. Sehingga pertengkaran terus terjadi tanpa saling mengetahui kondisi masing-masing yang mungkin akan lebih sensitif dengan kata-kata menyakitkan.