RADARPEKALONGAN.ID – Bisakah kamu cuek dengan penilaian orang lain? Kalian mungkin sering mendengar pesan bijak ini; “Jangan perdulikan penilaian orang lain, nggak ada habisnya.” Nasehat ini tentu benar dan baik adanya, meski pada praktiknya tidaklah mudah dilakukan. Seringkali tindakan setiap orang mempertimbangkan persepsi dan penilaian orang lain.
Ya, pada dasarnya manusia tidaklah bisa disebut makhluk sosial jika ia justru hidup dengan tidak hirau alias cuek dengan penilaian orang lain. Seindividualis dan secuek apapun kamu, pastilah ada saat di mana kamu cemas dan galau sehingga tak bisa cuek dengan penilaian orang lain kan? Entah penilaian orang lain ini bersifat personal ataupun penilaian atau persepsi orang banyak.
Dalam lingkup yang lebih luas, seorang politisi yang punya hobi karaoke misalnya, dia tetap berupaya untuk tak menjukkan citra minornya itu di depan masyarakat pemilihnya, konstituen. Apalagi kalau masyarakatnya bertipikal religius, masyarakat santri. Bisa rusak pamornya kan?
Baca Juga:Bisa Ditiru, Petani Tambak Kendal Pasarkan Ikan Lewat Platform DigitalDuet Gibran-Dico: Tentang Batik Coklat Muda, Kecocokan, dan Pilgub Jateng 2024
Itu contoh perilaku elit. Bagaimana dengan kasus tiang alit seperti kita? Agh, sama aja keles. Banyak perilaku keseharian kita yang sebetulnya menunjukkan kalau kita sulit cuek dengan penilaian orang lain. Dengan kata lain, tindakan setiap orang sebetulnya cenderung mempertimbangkan penilaian orang lain.
Kalau kamu perempuan dan punya bestie, pasti paham dong hukum “Sesama bus malam dilarang saling mendahului”. Misal Santi berteman erat dengan Sari, bestie lah, atau soulmate. Santi tahu kalau Sari sedang berjuang untuk mendapatkan hati Santo, teman satu kampus. Suatu waktu, Santo malah mengajak Sari untuk ketemuan, alih-alih merespon agresifnya Santi mengejarnya.
Kira-kira, kalaupun Sari akhirnya mau meet up sama Santo, apakah dia akan menceritakan pertemuannya kepada Santi? Besar kemungkinan tidak ya, meskipun dia tak punya perasaan spesial ke Santo. Tapi tetap saja Sari khawatir kalau-kalau pertemuannya dengan Santo akan disalahpahami oleh Santi. Padahal, dia bisa saja kan cerita langsung ke Santi soal pertemuan itu dan menjelaskan apa adanya. Tetapi kenapa Sari sieun, eh takut?