RADARPEKALONGAN.ID – Kebijakan sekolah jam 5 pagi bagi siswa SMA/SMK di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang sempat viral di media sosial, masih saja menyulut pro dan kontra di masyarakat. Sebagian pihak keberatan dengan kebijakan Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat itu dengan pertimbangan jam istirahat siswa.
Seperti diketahui, kebijakan sekolah jam 5 pagi di NTT ini memang belakangan viral. Adapun sumber viralnya kebijakan ini setelah video Gubernur NTT yang memberikan arahan ke jajaran Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT soal jam masuk sekolah siswa SMA ini beredar di Youtube dan media sosial.
Berikut potongan arahan Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat yang diketahui berlangsung di aula Biru Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT pada Kamis (23/2/2023) lalu.
Baca Juga:7 Manfaat Mengkonsumsi Buah Alpukat, Kamu Wajib CobaRekomendasi HP Harga 2 jutaan yang Bisa Kamu Miliki
“Bapak setengah lima udah harus di kelas ini Anda. Jam 5 sudah jalan (kegiatan belajar mengajar/KBM), kenapa? Ini etos kerja. SMP ini masih nggak boleh. SMA dia tidur jam 10 malam, 11-12-1-2-3-4, jam 4 bangun, mandi setengah jam, setengah jam ke sekolah, ini kan di kota, 30 menit sampai,” demikian potongan video arahan Gubernur Viktor.
Usai video arahan sekolah jam 5 pagi ini viral, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT, Linus Lusi, pun memberikanm klarifikasi. Dia mengatakan bahwa kebijakan siswa disuruh masuk jam 5 pagi bertujuan meningkatkan mutu pendidikan yang layak.
Bahkan rupanya tidak hanya video arahan Gubernur NTT soal masuk sekolah jam 5 pagi yang viral di media sosial. Sebab beredar pula sebuah video yang memperlihatkan aktivitas sekolah jam 5 pagi, dengan memperlihatkan pula kondisi di luar sekolah yang masih gelap, sementara para guru tampak bersiap-siap memulai aktivitas di sekolah.
Bahkan sudah ada sekolah yang menerapkan kebijakan sekolah jam 5 pagi ini sejak Rabu (01/03/2023). Tentu saja kebijakan yang dikeluarkan oleh Gubernur NTT Lunis Lusi ini banyak menuai kontra, salah satu pihak yang kontra adalah Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G).
Satriawan Salim (Koordinator Nasional P2G) mengatakan menurutnya kebijakan tersebut melanggar asas transparansi dan partisipasi publik karena tampaknya peraturan itu dibuat tidak melalui kajian akademisi terlebih dahulu. Bahkan akan menjadi bahan tertawaan oleh negara lain.