Dalam lingkungan produktif, termasuk institusi pendidikan, lingkungan kerja, hingga organisasi, bukan hal yang mustahil untuk menemuui orang yang senang bekerja hingga mengabaikan waktu istirahatnya. Namun, tahukah kamu jika perilaku gila kerja yang demikian diwakili dengan istilah “hustle culture”, di mana biasanya sangat umum ditemui pada generasi muda?
Apa Itu Hustle Culture?
Pakar psikologi mendefinisikan hustle culture sebagai budaya yang membuat seseorang menganut workaholism atau gila kerja. Workaholism merupakan istilah yang pertama kali diperkenalkan oleh Wayne Oates pada tahun 1971 dalam karyanya yang berjudul Confession of A Workaholic: The Facts About Work Addition.
Dengan budaya hustle, orang bersikap terlalu keras dan mendorong diri sendiri untuk melampaui batas kemampuan hingga kemudian menjadikannya sebagai gaya hidup. Tiada hari tanpa bekerja, begitulah kalimat sederhana yang menggambarkan orang-orang yang menganut hustle culture.
Baca Juga:MU Kalah 7-0, Gary Neville dan Roy Keane: MemalukanThe Untold Story: 6 Titik Rentan Pekerja Batik di Kota Pekalongan
Hustle culture merupakan fenomena yang berbahaya yang berakar dari ekspektasi yang tidak realistis. Konstruksi sosial yang berkembang menjadikan hal-hal material seperti finansial sebagai tolak ukur keberhasilan. Terkadang, hustle culture juga didorong oleh adanya citra pencapaian di sosial media.
Robinson dalam penelitiannya yang dilakukan pada tahun 2019 menyebutkan bahwa sebanyak 45 persen dari para pengguna sosial media gemar membuat unggahan tentang betapa sibuknya mereka, misalnya saat mereka lembur, dikejar banyak pekerjaan dan deadline, target, dan semacamnya untuk menunjukkan bahwa mereka adalah seorang yang produktif, pekerja keras, dan berdedikasi.
Citra yang tertampil di sosial media tersebut kemudian membentuk persepsi bahwa gila kerja merupakan sesuatu yang keren. Imbasnya, orang tidak ingin tertinggal dari yang lainnya dan berlomba untuk melakukan hal yang sama atau lebih.
Inilah yang menjadi faktor utama maraknya hustle culture dalam diri orang-orang.
Kerja Keras Tidak Selalu Berarti Positif
Dalam konteks kesehatan, sebuah studi di Occupational Medicine mencapai hasil bahwa orang yang bekerja lama, di usia berapa pun, sangat mungkin mengalami kecemasa, depresi, dan masalah tidur. Forbes bahkan mengungkapkan bahwa sebanyak 55 persen pekerja di Amerika Serikat tertekan oleh pekerjaan mereka.