“Batik Rifa’iyah Pewarna Alam ini punya segmentasi penggemar sendiri. Biasanya mereka memang sudah memahami jika warnanya itu terkesan pudar. Meski begitu justru itu juga yang menjadi daya tarik tersendiri dari batik ini,” kata Siti.
Selain itu, pewarna alam ini juga mudah ditemukan di sekitar lingkungan tempat tinggal kita. Seperti bisa menggunakan kayu mahoni, menggunakan kayu secang serta tanaman lainnya yang ada di sekitar rumah.
Hanya saja, untuk membuat batik pewarna alam, membutuhkan proses yang lebih lama. Hal ini agar warna yang dihasilkan lebih kuat dan sesuai dengan yang dikehendaki. Meski begitu hasil dan harga yang didapat pun sesuai dengan proses yang telah dijalankan.
Baca Juga:Loker Audit MT Teh Jawa Pekalongan Dibuka Hingga 27 Maret 2023Teh Jawa Pekalongan Buka Loker Sales, Deadline 14 Maret 2023
“Kalau warna alam bisa dari kayu dan daun-daunan mbak. kalau biru dari daun nila. kalau merah dari buah kesumba ,akar pohon pace, secang dan lainnya. Bisa juga menggunakan kopi ataupun teh dan bahan-bahan alami lainnya. Kemarin juga saya eksperimen menggunakan teh yang saya campur dengan tawas dan menghasilkan warna abu-abu,” imbuhnya sembari menunjukkan salah satu hasil karyanya.
Siti menambahkan, membuat Batik Rifa’iyah Pewarna Alam ini menurutnya bisa menjadi ide wirausaha baru untuk kaum milenial. Terlebih karena membatik juga bisa dilakukan ketika senggang, di sela-sela aktivitas sehari-hari. Meski begitu, usaha batik pewarna alam ini juga bisa ditelateni sebagai usaha pokok skala besar. Apalagi di Indonesia saat ini, juga sudah muncul brand-brand besar yang konsen dalam membuat batik pewarna alam.
“Kalau seperti saya ini, membatik menjadi pekerjaan sampingan sembari mengurus keluarga. Meski begitu hasil yang didapatkan lumayan. Dan menurut saya keterampilan wajib dimiliki anak muda, sehingga setelah lulus sekolah nanti bisa langsung terjun berwirausaha,” pungkasnya. (nov)