Oleh : Dahlan Iskan
JUMAT keramat dirayakan di Beijing Jumat lalu. Hari itu Tiongkok berhasil merukunkan kembali Arab Saudi dan Iran.
Dua negara Islam itu pun sepakat menjalin hubungan diplomatik kembali. Pun siap membuka kedutaan masing-masing. Konkret sekali waktunya: paling lama dua bulan ke depan.
Maka berita besar dari Beijing, minggu ini, tidak hanya soal lahirnya Mao Zedong baru di sana. Juga soal berakhirnya ketegangan antara Arab Saudi yang sunni dan Iran yang syiah.
Baca Juga:Durian Celeng Kandeman Dirazia, Ini HasilnyaArab Yahudi
Empat hari lamanya wakil Saudi dan Iran berunding di Beijing. Itu sebagai klimaks dari kunjungan Xi Jinping – -Si Mao Zedong baru– ke Arab Saudi beberapa bulan lalu. Disusul kunjungan Presiden Iran Ebrahim Raisi ke Beijing belum lama ini.
Maka Tiongkok telah mulai menggeser Amerika Serikat pun di bidang diplomatik. Tiongkok memang sudah lama menjadi tempat curhat Iran. Yakni setelah negara itu dikucilkan Amerika dan Barat. Minyak Iran diam-diam mengalir ke Tiongkok, ketika sulit mendapat pasar internasional.
Negara seperti Indonesia pun takut membeli minyak Iran. Padahal murah sekali. Saya pernah ke Iran menjajaki kemungkinan itu. Pada akhirnya tidak bisa jadi kenyataan.
Indonesia tidak mau ambil risiko.
Tiongkok bukan tidak punya risiko di Iran. Anda sudah tahu: Putri Mahkota Huawei sampai disekap di Kanada dua tahun: Meng Wenzhou. Menderita sekali pun ketika disekap di rumah mewah.
Risiko lain sudah terjadi: Huawei gagal lekas-lekas menjadi nomor satu di dunia.
Tapi Tiongkok memang kuat. Termasuk nyalinya. Mendapat sanksi Amerika begitu bertubi-tubi tetap bisa tegak melebihi subuh. Misalkan itu menimpa Indonesia siapa bisa berani menanggung akibatnya.
Kesepakatan rukun kembali dua negara Timteng itu sekaligus menandakan Arab Saudi tidak lagi sepenuhnya menjadi satelit Amerika.
Baca Juga:Urus Surat Keterangan Tidak Pernah Sebagai Terpidana tak Harus ke Pengadilan, Bisa Dilakukan di MPP BatangSoroti Kasus ‘Durian Celeng’, Pengamat Universitas Al Azhar: Pemkab Batang Terkesan Lemah!
Di Beijing mereka sampai memutuskan nama duta besar masing-masing. Nama duta besar sudah harus siap begitu Lebaran selesai.
Setelah itu Xi Jinping akan berkunjung ke Iran. Saat ke Beijing, Ebrahim memang mengundang Presiden Xi. Dan undangan itu langsung diterima dan disanggupi.