Radarpekalongan.id – Komisi III DPR RI Jateng X, menggelar Workshop Evaluasi Pengelolaan Keuangan dan Pembangunan Dana Desa. Kegiatan untuk pencegahan penyimpangan dalam penggunaan anggaran dilaksanakan di Hotel Dafam Kota Pekalongan diikuti oleh sejumlah Kepala Desa dari Kabupaten Pekalongan. Dihadiri pula Ketua DPC PDI Perjuangan, H. Riswadi selalu Wakil Bupati Pekalongan.
Adapun Workshop Evaluasi Pengelolaan Keuangan dan Pembangunan Dana Desa narasumber Anggota Komisi III DPR RI Jateng X, Dede Indra Permana, Kejaksaan dan Polres Pekalongan, Dewan Pakar Hukum Dr H Eko Suwarni, Kapoksi Komisi V DPR RI.
Anggota Komisi III DPR RI Jateng X, Dede Indra Permana menyampaikan mengenai peranan Komisi III DPR RI dalam evaluasi pengelolaan dana desa dan pembangunan desa. Mulai dari Dasar Hukum, Keuangan Desa dan Besara Dana Desa dari APBN, kemudian prioritas penggunaan dana Desa.
Baca Juga:Pengawasan Pergaulan Lingkungan Anak Wajib DitingkatkanDPRD Sampaikan Pandangan Umum Fraksi Terhadap Tiga Raperda
Selain itu masalah yang timbul dalam penggunaan dana desa. Diantaranya ada 13 poin masalah yang muncul dalam penggunaan dana desa, penggunaan dana desa diluar dari prioritas. Masyarakat tidak dilibatkan dalam proses perencanaan dan pengawasan dana desa.
“Pengeluaran dana desa tidak transparan dan tidak didukung oleh bukti yang memadai, kemudian belajar diluar yang telah dianggarkan APBDesa. Dana desa yang telah disalurkan ke rekening desa ditarik dan disimpan diluar rekening desa, ” kata anggota Komisi III DPR RI Jateng X Dede Indra Permana didepan para Kepala Desa.
Kemudian pekerjaan yang dikerjakan secara swakelola dengan memberdayakan masyarakat sekitar dan bahan baku lokal ternyata dikerjakan seluruhnya oleh pihak penyedia jasa. Pembangunan tidak sesuai dengan spesifikasi RAB.
Proyek fiktif sehingga tidak ada pembangunan di desa dan adanya mark-up oleh Kepala Desa atau aparat Desa lainnya.
“Kemuduan penyelewengan dana desa untuk kepentingan pribadi kepala desa atau aparat desa. Perangkat desa didominasi oleh keluarga kepala desa atau orang-orang dekat kepala desa dan lemahnya pengawasan Dana Desa oleh Inspektorat. Selain itu potensi korupsi oleh tenaga pendamping dana desa dengan memanfaatkan kelemahan aparat desa, ” terangnya.