Berdasarkan pemahaman hadist di atas, para ulama berpendapat bahwa ada kesunahan berbuka dengan kurma. Konteksnya yang dapat dipahami adalah disunahkan berbuka dengan makanan yang manis-manis.
Dapat disimpulkan bahwa berbuka dengan takjil berarti juga mengikuti sunah nabi Muhammad SAW. Seperti pendapat salah satu ulama Muhammad Ali As-Syaukani dalam karyanya Nailul Authar sebagai berikut.
“Kalau illah (sebab) disunahkan berbuka dengan kurma itu karena manisnya (sebab primer berbuka puasa Nabi Muhammad SAW dengan kurma), maka semua bentuk makanan dan minuman manis lainnya juga tergolong berbuka puasa berdasarkan sunah Rasulullah SAW.”
Baca Juga:Batik Jawa Hokokai dan Cerdiknya Wong Pekalongan, 3 Tahun Siasati Kompetai JepangJangan Sampai Lewat! Ini 10 Jenis Kurma yang Enak untuk Menu Berbuka Puasa
Dalam kasus di Indonesia sering kali kalau berbuka puasa dengan takjil. Takjil-takjil ini sudah umrah dihidangkan manakala detik-detik adzan Maghrib segera berkumandang.
Orang Indonesia memiliki kekayaan kuiner yang luar biasa banyak variasinya. berbuka puasa dengan aneka takjil menurut ulama Muhammad Ali AS-Syaukani tetap dihukumi melakukan sunah Nabi Muhammad SAW.
Penjelasan Muhammad Ali As-Syaukani di atas, berbuka puasa dengan takjil seperti es campur, es teller, kue lapis, kue putu, dan kolak. Ulama memandang hal tersebut sama saja seperti sunah Nabi muhammad membatalkan puasa dengan kurma.
Jadi pada dasarnya adalah berbuka dengan yang manis itulah tujuan daripada nabi Muhammad SAW berbuka dengan kurma. Hal ini bukan berarti berbuka dengan takjil tidak masuk dalam kategori anjuran dan tuntunan nabi Muhammad SAW.
Berbuka dengan takjil merupakan kegiatan sunah nabi Muhammad SAW. Meski dalam hadist tidak ada penekanan lebih tentang berbuka dengan yang manis-manis contohnya kurma.
Qiyas Ulama
Hal ini menggunakan metode pengambilan hukum dengan menggunakan qiyas. kesepakatan ulama dalam menentukan apakah berbuka puasa dengan takjil bisa dihukumi sunah. Ternyata memang tergolong pada sunah Nabi Muhammad SAW.
menurut kesepakatan ulama dalam Naiul Autharulama menggunakan fahwal khithab menegaskan bahwa yang tidak disebut di nash Al-Qur’an dan Hadist, lebih kuat dari yang disebut di nash.
Baca Juga:Beberapa Keutamaan 10 Hari Pertama Bulan Ramadan yang Penuh KemuliaanIni 5 Fakta Menarik Kain Batik Jawa Hokokai yang Keren Banget
Selain itu dalam memutuskan berbuka dengan takjil sesuai pada ajaran dan tuntunan Nabi Muhammad SAW juga menggunakan konsep lahnul khithab. Qiyas dimana apa yang tidak disebutkan dalam Al-Qur’an dan Hadist, setara dengan yang diebut di nash.