Diceritakan dia, permasalahan itu mulai muncul sejak tahun 2004 silam. Di mana Pemerintah Kabupaten Batang mengajukan permohonan untuk penggunaan kawasan hutan sebagai tempat relokasi masyarakat Dukuh Sigandul.
“Jadi Dukuh Sigandul ini dulu rawan terjadi tanah longsor. Kemudian dimintakan oleh Bupati untuk pindah ke kawasan hutan. Kami sudah mengakomodir dengan memberikan pertimbangan teknis ke kementerian, dengan catatan seluruh masyarakat harus pindah semua dari Dukuh Sigandul itu. Karena volume lahan seluas 55 hektar yang ada di Dukuh Sigandul itu akan dijadikan sebagai Kawasan Hutan sebagai lahan penggantinya,” katanya.
Akhirnya, lanjut Untoro, Perhutani mengalokasikan kawasan hutan dengan luasan volume yang sama seperti dimiliki Dukuh Sigandul, yakni 55 hektar. Adapun lokasi relokasi itu dinamai Bintoro Mulyo.
Baca Juga:Henry 008610 Sarjana Muda ini Harus Menetap di Batang Selama 7 Bulan, Ada Apa?
“Namun setelah dialokasikan lahan itu, dalam perkembangannya ada masyarakat Dukuh Sigandul yang tidak mau pindah. Padahal sebagian lainnya sudah pindah ke Bintoro Mulyo. Mereka menggarap lahan di sana. Jadi, baik Sigandul maupun Bintoro Mulyo disinggahi oleh masyarakat semua,” katanya.
Adanya kondisi itu, kementerian belum bisa memberikan SK kawasan hutan yang dimohonkan oleh Pemkab Batang, karena belum ada tanah penggantinya.
“Faktanya di lapangan, lahan yang akan dikembalikan ke Perhutani yakni Dukuh Sigandul ini masih ditinggali oleh warga dan masih digarap juga. Kalau tanah pengganti (Dukuh Sigandul) ini sudah ditetapkan sebagai kawasan hutan oleh kementerian, maka oleh Perhutani akan ditanami tanaman,” tandasnya.