RADARPEKALONGAN.ID-Hallo guys membahas mengenai menikah ternyata banyak banget loh tradisi yang ada di Indonesia. Salah satunya adalah tradisi pernikahan warga rifaiyah, yang mana tradisi ini sudah turun temurun dan dilestarikan.
Rifaiyah merupakan sebuah organisasi keagamaan yang ada di Indonesia, pendirinya adalah KH. Ahmad Rifa’i, penerjemah kitab-kitab arab kedalam bahasa jawa. Dilansir dari Merdeka.com KH. Ahmad Rifa’i telah diberi gelar pahlawan nasional oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, melalui Kepres Nomor. 089/TK/2004.
Banyak ajaran dari KH. Ahmad Rifa’i yang hingga kini tetap dilakukan oleh pengikutnya dan menjadi salah tradisi turun temurun. Salah satunya adalah dipisahnya antara laki-laki dan perempuan dalam satu acara, ajaran ini merupakan hal yang umum termasuk dalam tradisi pernikahan warga Rifaiyah.
Baca Juga:Mau Serius? Ini 4 Persyaratan Menikah, Muslim Wajib Tahu!Kamu Pengguna Media Sosial? Ini 4 Tips Agar Instagram Terlihat Aesthetic
Ketika mengadakan acara pengajian atau acara lainnya, warga Rifaiyah selalu memberi tempat yang berbeda atau satir (penghalang) antara laki-laki dan perempuan. Jika diperhatikan, Rifaiyah adalah organisasi yang sangat memperhatikan syari’at islam. Setiap ibadah yang akan dilakukan harus mengetahui secara detail, baik rukun, syarat sah, atau hal yang membatalkan ibadah tersebut.
Tradisi Pernikahan Warga Rifaiyah
Tradisi pernikahan warga Rifaiyah juga terbilang unik, atau bahkah orang luar akan menganggap asing karena tidak pernah melihat tradisi tersebut.
1. Tajdid nikah
Tajdid yang dimaksud adalah pembaharuan akad nikah. walau sekarang sudah jarang dipraktikan, akan tetapi tajdid nikah merupakan salah satu tradisi untuk mengesahkan ikatan pernikahan. Kenapa sih dalam Rifaiyah harus ada pengulangan akad nikah ?
Hal ini merupakan sebuah bentuk kehati-hatian orang Rifaiyah. Tajdid nikah ini sering dilakukan pada masa penjajahan Belanda, karena pada masa itu para pejabat negara setuju atau sepakat dengan penjajah Belanda.
Dalam kitab karangannya, KH Ahmad Rifa’i menjelaskan bahwa orang yang pro dengan Belanda dianggap sebagai orang yang fasik. Sedangkan untuk menjadi saksi dalam suatu pernikahan harus memenuhi 16 syarat dan untuk menjadi wali nikah harus memenuhi 7 syarat, dimana dalam syarat keduanya harus orang yang mursyid dan tidak boleh fasik.