Apakah kebahagiaan sesulit itu unuk direngkuh? Bukankah orang sering bilang kebahagiaan itu sederhana? Lalau bagaimana mewujudkan konsep kebahagiaan yang sederhana itu?
Mencari Bahagia di Bulan Ramadan
Pertanyaan pertama yang paling sering diajukan, mungkin: kenapa harus mencari kebahagiaan di bulan Ramadan? Apakah di bulan lain tak ada kebahagiaan? Apa keistimewaan dari Ramadan, bagian mana dari bulan ini yang dianggap relate dengan perburuan mencari bahagia?
Ya, konsep mencari bahagia di bulan Ramadan tentu bukan sesuatu yang asal, apalagi sekadar rumusan gotak-gatik-gatuk. Pertama, karena yang menyebut hal ini bukan manusia sembarangan, melainkan Rasulullah Saw sendiri dalam sebuah haditsnya tentang kebahagiaan bagi orang yang berpuasa;
للصائم فرحتان، فرحة عند فطره، وفرحة عند لقاء ربه
Baca Juga:Apa Pentingnya Puasa Bagi Manusia? 4 Contoh Kasus Ini Mungkin Bisa MenjawabnyaWow! Kendal Siap Bangun Fasilitas Daur Ulang Sampah Plastik Rp 700 M, Terbesar di Asia Tenggara
Yang artinya: “Bagi orang yang melaksanakan puasa ada dua kebahagiaan; kebahagiaan ketika berbuka, dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Rabbnya.” (muttafaq ‘alaihi)
Bukankah hadits ini cukup populer? Berhubung kita masih hidup di dunia, maka cukup kita ulas bagian pertama dari kebahagiaan orang yang melaksanakan puasa, yakni ketika berbuka. Pertanyaannya, adakah orang berpuasa yang tak bahagia saat berbuka?
Rasa-rasanya kok nggak ada ya. Bahkan meski ia hanya berbuka dengan segelas air putih dan sepotong kurma misalnya, pastilah ia tetap bahagia. Lantas, apakah ini relate dengan isu utama tulisan ini: mencari bahagia di bulan Ramadan? Yuk, kita simak pembahasannya.
Kebahagiaan saat berbuka ini mengandung dua konsekuensi. Pertama, bahwa untuk bisa bahagia ketika berbuka tidaklah harus mewah. Ya, gambaran riil tentang bahagia itu sederhana adalah di saat berbuka. Bagaimana segelas teh atau mungkin kopi susu dan sepotong kurma atau gorengan, kue, dan apapun itu, ternyata itu sudah amat membuat kita yang berpuasa bahagia.
Kenapa bisa bahagia dengan yang sederhana? Karena itulah yang dibutuhkan, manusia bisa bahagia saat kebutuhannya tercukupi. Bahwa setelah seharian menahan lapar dan dahaga, ia hanya butuh makanan dan minuman yang simpel untuk memulihkan tenaganya, dan itu sudah cukup membuatnya bahagia.
Kata kuncinya adalah kebutuhan, bukan keinginan. Kalau keinginan, wuih tak akan ada habisnya. Coba saja berburu takjil saat ngabuburit sore, semua menu takjil yang kita lihat seperti nikmat dan rasa-rasanya ingin kita beli sebanyak-banyaknya. Itulah keinginan, itulah nafsu. Tetapi saat berbuka, dari sekian menu takjil yang memenuhi meja makan, tetap saja hanya sedikit yang termakan. Sisanya mungkin tak tersentuh. Apa yang sebelum berbuka amat menggoda selera, lenyap begitu saja.