Dalam sejarah itu Muhammad tidak mengizinkan Musailamah masuk ke arena pertemuan. Musailamah mengirim surat ke Muhammad. Yang dikirimi surat juga membalas. Saat mengirim surat itu Musailamah berada di atas onta, tidak jauh dari masjid, sambil menunggu balasan dari Muhammad.
Setelah tidak ada kesepakatan, Musailamah lantas kirim surat penawaran: bagaimana kalau dunia ini dibagi dua wilayah kekuasaan. Muhammad berkuasa di Makkah-Madinah dan sekitarnya. Musailamah di Riyadh dan wilayah timur.
Muhammad membalas surat tawaran itu: menolak. Bumi ini tidak bisa dibagi. Bumi ini untuk orang beriman.
Baca Juga:Kebijakan SuratGagal Diledakkan, 300 Selongsong Petasan Disita Polisi
Itulah yang membuat Al Makin tertarik meneliti Musailamah. Dari penelitiannya itu Al Makin berkesimpulan bahwa pengikut Musailamah sangat besar. Ia juga seperti Muhammad. Tidak hanya pemimpin agama tapi juga kepala suku. Bahkan juga pimpinan wilayah pemerintahan.
Ketika Muhammad meninggal, nabi Musailamah masih hidup. Di zaman pemerintahan Abubakar Siddiq Musailamah diperangi. Terjadilah perang Yamama. Musailamah tewas di tangan pasukan Khalid bin Walid. Tapi agama yang dibawakannya masih hidup: agama Hanif. Kelak, di zaman dinasti Muawiyah pengikut Musailamah tidak mendapat tempat di sistem sosial. Mereka jadi kelas buruh dan budak. Di 100 tahun setelah meninggalnya Muhammad inilah praktis ajaran Hanif nabi Musailamah hilang dari jazirah Arab.
Selesai mendapat gelar doktor Al Makin tidak pulang. Istrinya masih kuliah di McGill. Dia mengambil doktor bidang kerja sosial.
Al Makin pilih menerima tawaran mengajar di Jerman. Yakni di Bochum University. Ia mengajar mata kuliah tentang nabi Ummaiyah bin Abi Salat yang di Taif itu. “Kitab suci Ummaiyah sampai 1000 koplet,” ujar Al Makin. Baik yang Musailamah maupun yang Ummaiyah sama-sama punya semacam Al Fatihahnya.
Beda dua nabi tersebut adalah orientasi ajarannya. Musailamah lebih berorientasi ke Zooroaster. Dengan lambang tanduknya. Ummaiyah lebih berorientasi ke Roma. Roma di situ bisa diartikan Roma yang kini ada di Italia, atau Roma dalam pengertian Konstantinopel yang kini disebut Istanbul. “Tapi Roma juga bisa ditafsirkan sebagai Damaskus yang sekarang di Syria” ujar Al Makin.