Setelah sang istri bergelar doktor dari McGill, Al Makin pulang. Tepatnya pulang ke Asia Tenggara. Ia mengajar filsafat di salah satu universitas di Singapura.
Selama jadi ahli filsafat Singapura itulah Al Makin melakukan penelitian tentang nabi-nabi di Nusantara. “Kita pernah punya 600 nabi,” ujar Al Makin. Itu sejak zaman penjajahan Belanda.
Di Sumut pernah ada nabi Sisingamangaraja. Di Gedangan Sidoarjo juga pernah ada nabi. Pun di Brebek, Nganjuk.
Baca Juga:Kebijakan SuratGagal Diledakkan, 300 Selongsong Petasan Disita Polisi
Yang paling belakangan adalah nabi Lia Eden dan nabi Musadiq. Yang dua-duanya ditangkap polisi, diadili dan masuk penjara. Kedua nabi itu meninggal dalam status masih sebagai narapidana.
Saat itu Al Makin sampai tinggal di Lia Eden lama: 10 tahun. Ia jadi orang dalam di sana. Begitu masuknya Al Makin ke Lia Aden sampai lingkungan itu tidak tahu kalau Al Makin seorang peneliti nabi yang serius.
Al Makin juga tinggal bersama Musadiq bertahun-tahun. Waktu keduanya di penjara Al Makin sering menengok ke penjara.
Akhirnya Al Makin diminta pulang kandang: ke UIN Sunan Kalijaga. Ia jadi dosen dan memimpin satu lembaga kajian.
Kini Al Makin menjadi rektor UIN Sunan Kalijaga. Tanpa pernah menjadi dekan maupun wakil rektor. Umurnya 50 tahun. Anaknya 2 orang. Sang istri dosen di UGM.
Boleh dikata Al Makin adalah ahli filsafat keberagamaan. Selama ini baru dua orang yang meneliti nabi Musailamah. Satunya lagi orang Saudi: Prof Abdullah Al Askar, alm. Ada dua lagi sebenarnya, orang Jerman dan Amerika, tapi tidak mendalam.
Kini Quran-nya Musailamah maupun Ummaiyah ada di UIN Sunan Kalijaga. Tapi bani Hanifah dan bani Hasyim dua-duanya sudah tak ada di dunia. (Dahlan Iskan)