Ternyata Anshor sengaja ingin membuat suara Sengkuni seperti itu. “Sengaja saya buat nggece,” ujar Anshor. Saya tidak paham bahasa Gunung Kidul apa itu nggece. “Seperti suara dalang Hadi Sugito,” ujarnya.
“Dalang terkenal dari Yogyakarta itu?” tanya saya.
“Iya,” jawabnya.
“Lho, beliau kan sudah meninggal jauh sebelum Anda lahir?” tanya saya.
“Saya lihat di YouTube,” jawabnya.
Saya senang berada di Desa Katongan, Nglipar, Gunung Kidul ini. Apalagi di senja hari seperti ini. Padi menghijau, langit memerah dan perut lapar puasa mencapai puncaknya.
Baca Juga:No GagAwas! Polisi Bakal Tindak Tegas Pelaku yang Memaksa Minta THR
Saya tidak mau merepotkan tuan rumah. Saya pamit menjelang saat berbuka puasa. Ibunda Anshor bergegas menyusulkan tas kresek plastik. “Bisa untuk berbuka di jalan,” katanyi. Isinya lengkap sekali: empat botol air putih, ketela rebus, lepet dibungkus daun kelapa dan kacang rebus.
Saya pun menuju Yogyakarta. Bos Rich Hotel sudah menanti saya untuk makan malam di hotelnya yang gandeng dengan Yogyakarta Mall itu. Saya juga sudah janji untuk salat malam di masjid Jagakaryan dan disambung ke pondok Krapyak di dekatnya.
“Anda sudah punya jadwal begitu padat untuk mendalang. Masih tertarik meneruskan ke SMA?” tanya saya.
“Harus,” jawabnya.
“Ke SMA mana?”
“Ke Madrasah Aliyah Negeri Wonosari,” jawabnya.
Saya pun mengayunkan tangan kanan. Ia pun menyambut dengan menaikkan telapak tangan kanannya: toast! (Dahlan Iskan)