Betapa tidak sedikit orang-orang yang gagal untuk mengendalikan kediriannya, egonya, sehingga sejatinya ia tengah diperbudak, diperhamba oleh egonya, menuhankan hawanya.
أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنْتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا
“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?” (Al-Furqaan: 43).
Saat itulah kita sedang menduakan cinta kita kepada Allah, kesetian dan kekhusyuan cinta kita terbelah. Padahal pada fitrahnya, manusia dicondongkan untuk hanya men-Tuhan-kan Allah, Dzat yang Esa. Bahkan dalam situasi darurat dan terancam nyawanya, mereka yang mengaku atheis sekalipun akan serta merta melangitkan doa-doa pada Tuhan yang tunggal. Inilah ikatan cinta sejati yang tak akan pernah hilang dari kesadaran dan alam bawah sadar manusia.
Baca Juga:Momen Lebaran 2023, Peluang Warga Batang menjadi Tuan Rumah yang Baik Bagi PemudikTetap Waspada, Ini 3 Isu Krusial Jelang Lebaran yang Bisa Ganggu Kondusivitas Kendal
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): ‘’Bukankah aku ini Tuhanmu?’’ Mereka menjawab: ‘’Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi\”. Kami lakukan yang demikian itu agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: ‘’Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).’’ (QS Al-A’raf: 172).
Puasa ingin mengembalikan kesadaran fitrah manusia, bahwa kita adalah raja atas segala hasrat, nafsu, bukan sebaliknya. Dan ini menjadi upaya perjuangan yang tak ringan, melainkaan penuh pengorbanan. Jangankan yang haram, yang halal saja Allah meminta kita menahannya sejak fajar sampai maghrib.
Kenapa semua itu rela kita jalankan, antara lain karena seperti Allah tegaskan sendiri dalam sebuah hadits qudsi ihwal betapa spesialnya ibadah puasa.
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِه
Sungguh, betapa beruntungnya orang-orang yang berpuasa, karena apa yang ditunaikannya itu sedemikian spesial di mata Allah. Karena spesial, maka puasa sejatinya adalah tentang keintiman hamba dengan Tuhannya. Dan tidaklah dekat, tidak pula spesial, kecuali atas dasar cinta.
Hadirin Sidang Idul Fitri yang berbahagiaAda tiga sikap utama yang idealnya diaktualisasikan orang-oraang yang telah berpuasa, shaimin dan shaimat, ketika menyambut Hari Raya Idul Fitri. Pertama, saat Syawal tiba menjelang petang, sambutlah dengan penuh gembira, penuh suka cita dan cinta, dengaan lantunan takbir, tahmid dan tahlil.