وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah: 185)
Salah satu wujud kegembiraan menyambut Idul Fitri dilakukan dengan takbir keliling. (disway.id)
Inilah ekspresi cinta, yakni puja puji dengan sungguh-sungguh, bahwa setelah kita berjihad menaklukkan nafsu selama Ramadan, kita seolah datang menghadap Allah di 1 Syawal Idul Fitri dengan rasa bahagia atas kemenangan. Semisal Ayah yang kembali ke rumah menemui istri dan anak tercinta usai berjibaku dengan kerasnya hidup, pastilah bahagia rasanya.
Baca Juga:Momen Lebaran 2023, Peluang Warga Batang menjadi Tuan Rumah yang Baik Bagi PemudikTetap Waspada, Ini 3 Isu Krusial Jelang Lebaran yang Bisa Ganggu Kondusivitas Kendal
Dari perjuangan Ramadan kita juga semakin menginsafi tentang betapa ringkihnya kita sebagai manusia, lahir dan batin, sehingga kita menyambut Syawal dengan mengagungkan dan memuji Allah. Bertakbir, membesarlah Allah saja, maka tidak ada tempat bagi orang-orang yang merasa besar, takabur. Justru karena cinta yang besar, kita sebagai hamba dituntunkan untuk menggemakan takbir. Bukanlah seorang pecinta jika ia tak mengagungkan apa yang dicintainya.
Kedua, karena cinta pula, maka jangan biarkan kebehagiaan berhari raya Idul Fitri ini berhenti hanya pada diri kita. Maka berbagilah kebahagiaan ini kepada yang lain; saudara, tetangga, rekan sejawat dan kolega, karena puncak kebahagiaan justru saat kita mampu membahagiaakaan orang lain. Seperti halnya syariat zakat fitrah, yang mengandung pesan: Jangan sampai di hari raya Idul Fitri yang menggembirakan, masih ada tetangga yang kesulitan untuk sekadar makan.
Seorang anggota Marinir tengah berbagi kepada warga.(disway.id)
Suatu pagi di Hari Raya Idul Fitri, Rasulullah Saw. yang hendak pergi ke masjid untuk menunaikan shalat Idul Fitri, menyaksikan anak-anak tengah bergembira dengaan pakaian terbaiknya. Tetapi di satu sudut, ada pemandangan yang mengusik perhatiannya, sosok gadis kecil tengah menangis sedih dengan pakaian kusamnya.
Baginda Nabi pun menghampirinya. “Semua anak bergembira di hari raya, kenapa engkau justru menangis wahai anakku?”. Si gadis kecil tak menginsafi sosok mulia di hadapannya. “Wahai Paman, ayahku telah meninggal saat berperang Bersama Rasulullah. Ibuku lalu menikah lagi dan harta warisan ayahku dibawanya bersama suami barunya. Bagaimana aku tak sedih, Paman?”.