Ketiga: Jika yang menikah tadi dengan menikahnya ingin menjaga kesucian diri, itulah yang membuat Allah beri kecukupan (sebagaimana janji dalam hadits yang disebutkan di atas).
Keempat: Kecukupan itu diperoleh bagi yang bertakwa pada Allah dan mencari sebab yang syar’i untuk mendapatkan rezeki.
Kelima: Yang dimaksud ghina (cukup atau kaya) di sini adalah kaya hati atau hati yang selalu merasa cukup (alias: qana’ah).
Baca Juga:3 Efek Negatif Makan Nasi Goreng Terlalu Sering, Kurangi Risikonya dengan Tips Berikut IniPolisi Larang Warga Terbangkan Balon Udara saat Syawalan 2023, Sambangi Desa Hingga Pasang Pamflet, Agar Penerbangan Aman
Keenam: Yang dimaksud adalah Allah beri kecukupan dengan karunia-Nya dengan yang halal sehingga ia terjaga dari zina.
Ketujuh: Kekayaan itu diperoleh karena jatah rezeki untuk suami bergabung dengan rezeki istri.
Menikahlah karena menikah itu banyak keutamannya (Sumber foto: freepik.com)
- Orang yang menikah berarti menjalankan sunah para Rasul.
Keutamaan menikah selanjutnya adalah bentuk menjalankan sunah para Rasul. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلاً مِن قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجًا وَذُرِّيَّةً
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan.” (QS. Ar-Ra’du: 38). Ini menunjukkan bahwa para rasul itu menikah dan memiliki keturunan.
Dari Abu Ayyub Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَرْبَعٌ مِنْ سُنَنِ الْمُرْسَلِينَ الْحَيَاءُ وَالتَّعَطُّرُ وَالسِّوَاكُ وَالنِّكَاحُ
“Empat perkara yang termasuk sunah para rasul, yaitu sifat malu, memakai wewangian, bersiwak, dan menikah.” (HR. Tirmidzi, no. 1080 dan Ahmad, 5:421. Hadits ini dha’if sebagaimana kata Syaikh Al-Albani dan Syaikh Syu’aib Al-Arnauth. Namun makna hadits ini sudah didukung oleh ayat Al-Quran yang disebutkan sebelumnya).
- Menikah lebih akan menjaga kemaluan dan menundukkan pandangan.
Keutamaan menikah lainnya adalah akan menjaga kemaluan dan menundukkan pandangan. Dari ‘Alqamah, ia menyatakan bahwa ia Bersama ‘Abdullah bin Mas’ud di Mina. Ketika itu ‘Utsman radhiyallahu ‘anhu menemuinya. Ia pun berdiri dan berbincang-bincang dengannya, ‘Utsman mengatakan kepadanya, “Wahai Abu ‘Abdirrahman! Kenapa kamu tidak menikahi gadis, supaya gadis tersebut mengingatkan padamu tentang masa lalumu?” ‘Abdullah bin Mas’ud menjawab, “Engkau berkata seperti itu dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda kepada kami,