Intinya, orang rela membuat sesaji dengan menu di atas rata-rata sebagai semacam pengorbanan dalam ikhtiar mereka menolak bala, mengusir kesialan, menetralisir musibah. Sama dengan ritual yang pertama di atas, praktik membuat sesajen ini juga bisa jadi bertolak dari pandangan masyarakat terhadap adanya kekuatan alam.
Dalam pandangan dunia masyarakat saat itu, bisa jadi sakitnya anggota keluarga tidak melulu soal medis, melainkan juga ada intenvernsi dari bangsa jin yang mungkin merasa terganggu. Jadi, sesajen berisi nasi dan lauk pauk yang rowah (kumplit) itu, ada urap, ayam atau telur, sesuatu yang mewah untuk ukuran kesejahteraan masyarakat saat itu, dipersembahkan untuk jin penunggu sebagai permintaan berdamai agar tak mengganggu masyarakat lagi. Ya dengan kesadaran masyarakat saat itu, mungkin inilah cara manusia berkomunikasi dengan alam yang masih dipandang penuh misteri.
3. Berobat ke Orang Pintar
Masih relate dengan contoh kasus sebelumnya soal sesaji, tradisi unik yang hilang berikutnya adalah pergi ke orang pintar. Ini juga menjadi tradisi yang umum dilakukan warga di kampung kami saat itu. Terutama saat sakit anak tak kunjung sembuh alias sakit akan membawanya ke ahli spiritual, orang yang dianggap punya kemampuan supranaural tertentu. Tetapi mereka bukan dukun, bahkan biasanya orang yang paham agama.
Baca Juga:Program BKK Dusun Sudah Sentuh 652 Dusun, Ini Harapan Bupati DicoManjur TMMD Sengkuyung Tahap I 2023, Desa Terisolir di Kendal Ini Dibangunkan Jalan Beton
Pendiri Perguruan Al Hikmah Jaga Diri 9779 Indonesia dan Antar Bangsa, Tuan Guru Fekri Juliansyah membongkar trik potong buah pisang dengan tenaga dalam.-tangkapan layar-Youtube Palpres Official
Kebiasaan ini juga menggambarkan corak masyarakat yang masih tradisional, di mana peran-peran atau fungsi seringkali belum terdisdribusikan dengan baik. Seorang kiai atau ustadz tidak hanya menjadi pemuka agama, tetapi juga tak jarang merangkap tabib, konsultasi perbintangan untuk menentukan tanggal pernikahan hingga khitan, dan fungsi lainnya. Meminjam istilah Emile Durkheim, masyarakat belum mengenal konsep Division of Labour.
Kembali ke praktik berobat ke ahli spiritual, pasien yang sakit pun tetap didiagnosa. Tentu saja bukan diagnosa medis, melainkan hasil penerawangan batin tentang apa sebetulnya pemicu sakit si anak, apakah ada hubungannya dengan gangguan makhluk lain atau tidak.