Dalam hal besaran nafkah suami pada istri yang perlu dipertimbangkan adalah keadaan suami. Sehingga meskipun nafkah wajib adalah yang bisa mencukupi kebutuhan keduanya, perlu juga memerhatikan kondisi keuangan atau perekonomian suami.
Kebutuhan primer yang mesti dipenuhi oleh suami pada istri adalah (1) tempat tinggal, (2) kebutuhan makan dan minum, (3) pakaian. Di samping itu ada hajat lainnya yang tak bisa diabaikan seperti nafkah pada istri agar ia bisa menuntut ilmu, nafkah untuk berobat, membeli mebel dan perabot rumah tangga, juga nafkah untuk pembantu dan pengasuh anak.
Ilustrasi nafkah pakaian untuk istri (sumber foto: freepik.com)
Nafkah di atas tersebut kembali pada kebiasaan yang ada di tengah masyarakat. Kadang pembantu memang begitu mendesak di sebagian masyarakat atau di suatu keluarga. Karenanya menghadirkan pembantu kala itu dan mengeluarkan nafkah untuk itu wajib bagi seorang suami. Ada juga di masyarakat, pembantu bukanlah suatu yang dianggap penting karena istri sudah bisa menangani seluruh pekerjaan rumah. Jika demikian, berarti menyediakan pembantu tidaklah perlu.
Baca Juga:Mashadi Nyaleg Lewat Golkar Pada Pemilu 2024, Tinggalkan Posisi Ketua Demokrat Kabupaten PekalonganPengaspalan Jalan di Desa Wangkelang Dimulai, Satgas TMMD Reguler ke-116 Harapkan Cuaca Mendukung
Lalu besaran nafkah suami pada istri bagaimana? Yang tepat dikembalikan pada kebiasaan masyarakat setempat. Bisa jadi nafkah untuk keluarga di kota berbeda dengan di desa.
Abul Abbas Ibnu Taimiyah rahimahullah pernah berkata, “Yang tepat dan lebih benar sebagaimana yang dinyatakan oleh kebanyakan ulama bahwa nafkah suami pada istri kembali pada kebiasaan masyarakat (kembali pada urf) dan tidak ada besaran tertentu yang ditetapkan oleh syariat. Nafkah itu berbeda sesuai dengan perbedaan tempat, zaman, keadaan suami istri dan adat yang ada.” (Majmu’ Al Fatawa, 34: 83).
Suami Tidak Memberi Nafkah yang Mencukupi
Dari Aisyah, sesungguhnya Hindun binti Utbah berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan adalah seorang suami yang pelit. Dia tidak memberi untukku dan anak-anakku nafkah yang mencukupi kecuali jika aku mengambil uangnya tanpa sepengetahuannya”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خُذِى مَا يَكْفِيكِ وَوَلَدَكِ بِالْمَعْرُوفِ
“Ambillah dari hartanya yang bisa mencukupi kebutuhanmu dan anak-anakmu dengan kadar sepatutnya” (HR. Bukhari no. 5364).