RADARPEKALONGAN.ID – Menilai seseorang hanya dengan penampilan ketika pertama kali bertemu disebut sebagai halo effect. Pada lingkungan kerja, ternyata halo effect bukanlah suatu hal yang asing lagi.
Pentingnya halo effect sehingga ia bisa mempengaruhi bagaimana kamu bersikap terhadap orang lain. efek ini juga dapat mendasari kamu bagaimana relasi kamu bereaksi terhadapmu.
Halo effect pertama kali dipopulerkan oleh psikolog Amerika yang bernama Edward L. Thorndike sekitar tahun 1920 an. Halo effect merujuk pada bias yang memengaruhi bagaimana cara seseorang menafsirkan informasi mengenai seseorang.
Baca Juga:5 Sisi Positif Mengeluh yang Jarang DiketahuiReview Toyota Starlet 2023, Desain Baru Lebih Sporty dengan Sederet Fitur Canggih
Edward menyebutkan bahwa orang yang cenderung menciptakan kesan secara keseluruhan tentang kepribadian ataupun karakteristik seseorang berdasarkan dengan satu sifat yang tidak terkait.
Sejatinya halo effect dapat terjadi dimana saja dan kapan saja, termasuk dalam lingkungan dunia kerja. di beberapa kesempatan halo effect dapat dimanfaatkan pada perkembangan karier serta produktivitas perusahaan.
Beberapa dampak dari halo effect di dunia kerja, antara lain:
1. Marketing
Halo effect dalam dunia marketing memiliki istilah sebagai favoritisme konsumen terhadap suatu link produk karena berdasarkan pengelaman positif dengan produk lain oleh produsen yang sama. Efek yang ditimbulkan memiliki keterkaitan dengan kekuatan brand, brand loyalty, serta berkontribusi terhadap brand equity.
Umumnya perusahaan menciptakan halo effect dengan memanfaatkan sumber daya yang mereka miliki. Konsentrasi pada upaya pemasaran produk serta layanan yang memiliki kinerja tinggi dan sukses akan meningkatkan kadar visibilitas dan reputasi suatu perusahaan.
Jika konsumen memiliki pengalaman yang positif dengan produk dari suatu brand, mereka secara kognitif membentuk bias loyalitas yang dapat mendukung brand tersebut dengan produk yang ditawarkannya. Yang perlu di garis bawahi adalah keyakinan ini tidak tergantung pada pengalaman konsumen.
Melainkan mereka hanyalah berasumsi mengenai suatu brand yang memiliki nilai yang sangat bagus pada satu produk, maka produk lain yang dikeluarkan oleh brand tersebut juga memiliki nilai yang bagus atau memiliki kualitas yang baik pula dengan produk sebelumnya.