Tingkatan taqwa berpengaruh ke doa
Habib Luthfi menjelaskan bahwa tingkatan taqwa ini juga berpengaruh terhadap doa-doa yang kita panjatkan. Sebagai contoh, ketika kita membaca Surat Yasin selama 40 hari berturut-turut dengan harapan mendapatkan faedah atau manfaat tertentu. Tetapi ternyata setelah 40 hari kita tidak melihat hasilnya.
Maka yang perlu disadari adalah bahwa masalah tersebut bukanlah doa kita atau kehendak Allah yang lemah, melainkan mungkin ada kekurangan dalam diri kita sendiri yang membacanya. Bukan kekurangan pada doanya, apalagi kekurangan Allah.
Namun, jika kita memulai doa dengan sikap andap ashor atau rendah diri di hadapan Allah Swt., dengan penuh kerendahan hati, dengan penuh husnuzon, maka apapun yang dikehendaki Allah justru akan membuat kita semakin dekat dan semakin rindu.
Baca Juga:Dukung Sistem Pangan Global, SNSU BSN Punya Peran Sangat Vital untuk Akurasi PengukuranBikin Penasaran! Ini Fitur Yamaha RX King 2023 yang Jadi Dambaan Para Pecinta Motor
Habib Luthfi mengungkapkan bahwa Imam Syadzili, dalam setiap malam ketika salat tahajud, selalu berdoa, “Ya Rabb, kapan aku bisa bertemu.” Doa ini tidak bermaksud untuk menginginkan kematian, melainkan untuk mengungkapkan kerinduannya kapan bisa melihat Allah.
“Nadzhar ila Wajhil Karim“, karena sudah begitu merindukannya. Itulah tingkatan tertinggi yang dicapai oleh orang-orang yang telah mencapai “maqamatil khawash al khawash“.
Untuk mencapai tingkatan tersebut dan memperoleh bekal yang baik, yang perlu dilakukan adalah membersihkan hati terlebih dahulu agar tidak terjerumus dalam keghaflahan, yaitu lalai kepada Allah Swt.
Ketika kita telah melepaskan diri dari ghaflah, merasa bahwa kita selalu didengar dan dilihat oleh Allah Swt., maka secara otomatis kita akan mampu mengurangi perbuatan maksiat. Meskipun tidak secara sempurna, tapi setiap langkah yang kita ambil akan membuat kita semakin sadar bahwa tindakan tersebut dapat menjauhkan kita dari Allah Swt.
“Semakin kita merasa bahwa kita didengar dan dilihat oleh Allah ta’ala, maka rasa ‘shifatul haya‘ atau rasa malu kepada Allah akan muncul dalam diri kita,” tegas Habib Luthfi.
Rasa malu ini timbul karena kesadaran akan hadirat Allah Swt. Ketika kita semakin malu di hadapan Allah, rasa khauf (takut) kita juga semakin kuat, maka taqwa kita semakin bertambah, dan kita selalu ingin mendekat dan merindukan Allah Swt.