Di panggung kehormatan duduk berderet ketua yayasan, senat, rektor, para wakil rektor, dan guru besar. Syekh Panji Gumilang sebagai ketua dewan pembina yayasan. Di sebelah kirinya: Ny Panji Gumilang. Di sebelah kanannya: Dr Imam Prawoto, rektor institut agama Islam Al-Zaytun.
Dr Imam adalah putra pertama Syekh Panji. Ia juga lulusan UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, Jakarta. Lalu ke Selandia Baru. Ia kuliah manajemen di sana. Sampai bergelar MBA. Masih banyak lagi gelarnya yang lain. Usianya 55 tahun.
Semua yang naik podium mengawali salam dengan pekik ”Merdeka!”. Kecuali satu orang: wakil rektor. Ia bertugas membacakan SK kelulusan. Setelah mengucapkan Assalamu’alaikum ia langsung membaca SK.
Ia pun ditegur.
Baca Juga:Terkesan Lamban, Karnoto Kembali Tagih Jawaban BPN BatangBupati Batang Kebingungan, Ada Warganya Lapor ke Gubernur Ganjar
Dari tempat duduknya di panggung Syekh Panji Gumilang menyela dengan suara keras. “Mana Merdekanya? Ulangi!” ujarnya.
Maka sang wakil rektor berhenti membaca SK. Ia mengulangi dari awal: Merdeka!
Syekh Panji sendiri, di podium, memulai dengan salam bahasa Arab, salam bahasa Ibrani dan salam bahasa Jawa: rahayuuu. Lalu mengajak hadirin bersama-sama menyanyikan satu ayat dalam kitab suci perjanjian lama, Taurat, dalam bahas Ibrani. Serasa di gereja.
Saya sendiri tidak mengucapkan salam apa pun. Langsung pidato ke materi persoalan. Hanya di akhir pidato saya memekikkan Merdeka!
Selesai wisuda hadirin pindah ke ruang makan besar di sebelahnya. Di situ ada gamelan Jawa. Penabuhnya para guru al Zaytun. Saat saya mulai duduk di meja makan lagunya Caping Gunung. Sindennya juga para guru Al Zaytun: tiga perempuan, satu laki-laki.
Di sebelah gamelan ada dua grup musik. Satu grup untuk musik pop. Satunya lagi musik untuk lagu keroncong. Syekh Panji Gumilang senang keroncong. Suaranya merdu.
Syekh Panji bahkan menciptakan banyak lagu keroncong. Yang dinyanyikan oleh ‘ratu’ keroncong, Sundari Sukoco. Salah satu lagu ciptaannya: Samudera Biru. Yang kemudian dijadikan nama PT untuk perusahaan perkapalan Al Zaytun di pantai utara Indramayu.
Baca Juga:Zaytun GantarZaytun Gontor
Saya tidak sempat menikmati sajian keroncong itu. Saya buru-buru harus ke salah satu desa di pedalaman Magetan. Desa Soco. Di selatan lapangan terbang Iswahyudi Maospati. Di desa itulah kiai dan ustad pesantren keluarga kami dimasukkan sumur hidup-hidup. Pelakunya: PKI. Di tahun 1948 – -peristiwa Madiun Affair.