Dengan kondisi jalan Desa Simego rusak parah, ibu hamil di Desa Simego jauh hari sebelum HPL sudah dibawa ke faskes terdekat (Hadi Waluyo)
Sekretaris Desa Simego, Didin S, mengatakan, kondisi jalan Desa Simego parah. Jalan seperti kali asat. Jalan rusak itu di ruas Gumelem – Igir Gede hingga Simego – Kubang. Di tahun 2021, kata dia, ada perbaikan jalan sekitar 1,5 km. Sehingga jalan rusak masih ada 9,5 km.
“Itu akses utama warga Simego untuk ke kecamatan maupun ke Kalibening (Banjarnegara). Akses ekonomi, pendidikan, kesehatan. Pokoknya akses utama semuanya,” ujar dia.
Baca Juga:Memasuki Tahun Politik 2023-2024, Sekda Pekalongan: Masyarakat Jangan Terkotak-kotak! Agar Pemilu Adem AyemApel Sinergitas TNI-Polri, Siap Kawal Tahun Politik 2024 agar Aman dan Kondusif
Disebutkan, pada tahun 2015 sebenarnya sudah ada perbaikan jalan di Simego. Namun diduga aspal jelek dan curah hujan tinggi, setahun kemudian jalan itu rusak lagi.“Sampai sekarang masih rusak, bahkan rusaknya semakin parah,” keluh dia.
Oleh karena itu, sopir, warga yang mempunyai mobil, dan warga setempat iuran untuk beli semen dan pasir. Jalan yang dinilai paling parah dibeton. “Betonnya juga baru sedikit. Itu yang di medsos warga kerja bakti. Batu-batu yang sudah pada lepas ditata kembali terus dibeton,” ungkapnya.
Dengan kondisi jalan yang buruk, jika ada ibu hamil akan melahirkan sangat krusial. “Jika akan melahirkan harusnya dibawa ke faskes di Puskesmas Petungkriyono. Kesulitannya di situ. Ketika kita harus menyelamatkan nyawa ke Petungkriyono kita takut, makanya kita bawa ke Kalibening, ke tetangga sebelah. Rata-rata yang sakit juga banyak yang ke PKU, Puskesmas Kalibening, atau RSUD Banjarnegara. Banyak yang ke sana,” katanya.
Untuk pendidikan, anak-anak SD dan SMP pada pagi hari diantar orang tuanya. Siang hari dijemput. Di situ, sudah ada SMP Satu Atap. Dengan kondisi jalan yang rusak, risiko terjatuh atau tergelincir jadi tantangan sehari-hari warga setempat.
“Itu bagian dari risiko kita karena jalannya seperti itu,” katanya.
Ditambahkan, dengan akses jalan yang buruk, harga-harga produk di desa itu menjadi lebih mahal. Karena ongkos transportasinya lebih mahal. “Harga-harga lebih mahal karena akses jalan buruk. Belanja ke Kalibening, ongkosnya sendiri sudah mahal. Naik doplak Rp 20 ribu perorang. Itu belum bawa barang,” katanya.