Tanda-Tanda Dinamika Kehidupan Kerja yang Tidak Seimbang
Work-life balance yang buruk dapat memiliki dampak yang jauh lebih besar daripada sekadar melewatkan gym. Satu studi menemukan bahwa risiko stroke lebih tinggi pada orang yang bekerja lebih dari 55 jam seminggu. Jumlah jam kerja yang sama juga dikaitkan dengan risiko kecemasan dan depresi yang lebih tinggi. Dan bahkan ketika disesuaikan dengan pola tidur yang cukup normal, penelitian lain menemukan bahwa jam kerja yang lebih lama berkorelasi dengan penurunan kesehatan fisik. Risiko ini menunjukkan bagaimana penting memiliki work-life balance yang baik dan sehat.
Menurut definisinya, work-life balance memengaruhi semua bidang kehidupanmu. Namun, itu cenderung muncul secara berbeda untuk orang yang berbeda. Berikut adalah delapan karakteristik yang terkait dengan keseimbangan yang buruk:
- Kamu tidak bisa berhenti memikirkan pekerjaan saat kamu tidak sedang bekerja. Mereka yang merasa sulit untuk menarik batasan antara pekerjaan dan kehidupan berisiko lebih tinggi mengalami kelelahan.
- Hubunganmu—baik di dalam maupun di luar pekerjaan—mulai rusak. Kamu mungkin mudah tersinggung dengan rekan kerja dan jauh dengan orang yang dicintai.
- Kamu merasa tidak enak. Kamu mengalami sakit dan nyeri yang tidak dapat dijelaskan. Kamu mungkin jarang berenergi atau sulit fokus saat bekerja.
- Saat kamu tidak sedang bekerja, semuanya tampak tidak menarik atau tidak penting. Kamu hanya merasa tidak ingin melakukan apa pun kecuali kamu harus melakukannya. Kamu sering menolak undangan, semakin mengasingkan diri dari teman-temanmu.
- Kamu menghabiskan banyak uang outsourcing dukungan untuk tugas-tugas pribadi. Cucian, piring, dan suratmu menumpuk, menunggu hari ketika kamu “punya waktu” untuk menyiasatinya.
- Kamu berjuang untuk mengambil cuti saat kamu sakit, tegang secara mental, atau saat kamu perlu mengurus tugas pribadi. Kamu tidak ingat liburan terakhirmu dan kamu tidak punya rencana untuk mengambilnya.
- Kamu tidak dapat membayangkan melakukan apa yang kamu lakukan selama sisa hidupmu. Bahkan jika kamu bekerja di bidang atau perusahaan yang pernah kamu cintai, rasanya tidak mungkin membayangkan melanjutkan hidup seperti itu untuk waktu yang lama.
- Kamu selalu merasa bahwa apa pun yang kamu lakukan, kamu harus melakukan sesuatu yang lain. Seiring waktu, kurangnya kehadiran dan arahan ini sering mengarah pada krisis eksistensial.