Karena itu, sebagai wujud apresiasi pula, lanjut Rahmat, Disperpuska Batang akan menempatkan buku-buku karya warga Batang di tempat khusus agar pembaca yang ingin mengetahui karya-karya penulis Batang segera dapat menemukannya.
“Maka lewat momentum ini, kami mengimbau kepada setiap warga yang mempunyai karya sebaiknya memberikan copi-nya kepada Dirperpuska agar karyanya dikenal oleh masyarakat dan itu akan membantu penulis untuk menyebarkan pemikirannya melalui tulisan-tulisannya,” pesan Rahmat.
Novel Pertama tentang Alas Roban
Novel RSK Karya Sugito Hadisastro
Novel RSK Karya Sugito Hadisastro sendiri bukanlah novel sejarah, setidaknya begitulah penulisnya berpendapat. Karena lebih tepatnya, Runtuhnya Sebuah Keangkuhan adalah novel berlatar peristiwa sejarah, dalam hal ini Alas Roban.
Baca Juga:Resmi Dimulai, Pembangunan Pasar Weleri Ditarget Rampung dalam 5 BulanLama Dinanti, Proyek Pasar Weleri Tahap 1 Segera Dimulai dengan Anggaran Rp 51 Miliar
Sugito Hadisastro bahkan menyebut novel RSK merupakan buku fiksi pertama yang mengulas tentang Alas Roban. Tidak heran kalau karya ini sukses di pasaran. “Karena respon masyarakat sangat bagus, maka insya Allah kami akan terbitkan pula seri kedua yang berjudul “Ontran-ontran di Kliyangan dan seri-seri lanjutannya.” Semoga masyarakat bisa menikmatinya,” ujarnya.
Novel RSK Karya Sugito Hadisastro seolah ingin menegaskan kembali trademark yang melegenda, siapa yang tak mengenal Alas Roban? Bahkan dulu nama ini lebih masyhur dari nama Batang itu sendiri. Dikisahkan dalam novel, bahwa Alas Roban era 1700 an telah menjelma menjadi urat nadi perdagangan antara Batavia (Brang Kulon) dan Mataram dan juga dengan kota-kota di Brang Wetan (Surabaya, Madiun, Bali) mempunyai peran penting dalam perputaran perkonomian rakyat pesisir di Sebayu (Tegal), Watang (Batang), Asem Arang (Semarang) hingga Kerta (Mataram) dan daerah-daerah di sebelah timurnya.
Jalur ekonomi di tengah hutan belantara itu juga memunculkan perilaku sebagian masyarakat yang negatif (membegal, merampok, bahkan membunuh). Sementara di sisi lain, ada upaya para saudagar mempertahankan hak milik dengan menghadirkan jagoan-jagoan (pendekar) sepanjang perjalanan untuk melindungi usaha dagang mereka.
Konflik tidak hanya terjadi di seputar dunia perdagangan, pada aspek lain kehidupan masyarakat juga melahirkan konflik baik antar individu maupun antar kelompok. Dari sini kemudian muncul tokoh-tokoh yang mewakili kebenaran (Ki Seblu, Jaka Pamegat, Bagus Rangga, Ranapati, Rara Ambengan, Rara Warasih, dan lain-lain) dan tokoh-tokoh yang mewakili dunia kelam, seperti Ki Demung dan kawanannya, Raden Pedut (simbol keangkuhan), Tedung Gunarbo, dan para begal Alas Roban pimpinan Ki Lurah Gewor.