Meskipun bukan istilah baru, psikolog sosial tertarik untuk memahami penyebab altruisme terjadi. Apa yang mengilhami tindakan kebaikan ini? Apa yang memotivasi orang untuk mempertaruhkan hidup mereka sendiri untuk menyelamatkan orang asing?
Altruisme dimaknai sebagai kepedulian yang tidak egois terhadap orang lain—melakukan sesuatu hanya karena keinginan untuk membantu, bukan karena kamu merasa berkewajiban karena kewajiban, kesetiaan, atau alasan agama.
Istinal ini dimaknai sebagai salah satu aspek dari apa yang dikenal sebagai perilaku prososial. Perilaku prososial mengacu pada setiap tindakan yang menguntungkan orang lain, tidak peduli apa motif atau bagaimana pemberi manfaat dari tindakan tersebut.
Baca Juga:4 Jenis Altruisme: Menumbuhkan Kepedulian Tanpa PamprihTerapi Belanja: Menggunakan Belanja untuk Meredakan Stres, Bisakah?
Sementara semua tindakan altruistik adalah prososial, tidak semua perilaku prososial sepenuhnya altruistik. Kita mungkin membantu orang lain karena berbagai alasan seperti rasa bersalah, kewajiban, tugas, atau bahkan untuk imbalan.
Tidak begitu yakin apa penyebab altruisme, tetapi psikolog telah menyarankan sejumlah penjelasan berbeda tentang penyebab altruisme ini.
Berikut merupakan beberapa penyebab altruisme yang bisa sedikit menjelaskan adanya perilaku tanpa pamprih semacam ini.
Penyebab Altruisme
Evolusi
Psikolog telah lama memperdebatkan apakah beberapa orang baru lahir dengan kecenderungan alami untuk membantu orang lain, sebuah teori yang menyatakan bahwa penyebab altruisme mungkin dipengaruhi oleh genetika.
Seleksi kerabat adalah teori evolusi yang mengusulkan bahwa orang lebih mungkin membantu mereka yang memiliki hubungan darah karena hal itu akan meningkatkan kemungkinan transmisi gen ke generasi mendatang, sehingga memastikan kelanjutan gen bersama. Semakin dekat individu tersebut terkait, semakin besar kemungkinan orang untuk membantu.
Perilaku prososial seperti altruisme, kerja sama, dan empati mungkin juga memiliki dasar genetik.
Hadiah Berbasis Otak
Altruisme mengaktifkan pusat penghargaan di otak. Ahli saraf telah menemukan bahwa ketika seseorang berperilaku altruistis, pusat kesenangan di otak mereka menjadi lebih aktif.
Baca Juga:Jangan Salah! Kenali Bagaimana Stres Kronis Berpengaruh pada Kesehatan MentalmuCintai Dirimu! Ini 7 Cara untuk Menjaga Tubuh dan Kesehatan
Terlibat dalam tindakan welas asih mengaktifkan area otak yang terkait dengan sistem penghargaan. Perasaan positif yang diciptakan oleh tindakan welas asih kemudian menjadi penyebab altruisme dan memperkuatnya.