Dari pengalaman ini ia menyimpulkan bahwa sebagai pengelola batik harus memahami semua bagian proses pembatikan.
Ketika mahir soal pewarnaan, ia mulai belajar membatik dan nglorod yaitu proses menghilangkan malam yang menempel pada kin batik dengan cara direbus.
Ibu Widianti membatik (Twitter/@IntisariOnline)
Tentu saja ia belajar tentang pemasaran, termasuk menjaga relasi dengan pelanggan, dan memahami liku liku perbatikan yang unik dan spesitifk. Ibunya tetap mengawasi kualitasnya.
Baca Juga:Sejarah Perkembangan Batik Yogyakarta dan Ciri KhasnyaSejarah Panjang Batik Pesisiran dengan Warna Warninya yang Mengagumkan dan Ciri Khasnya
Setelah tiga tahun belajar Widianti merasa cukup. Ia pun meminta izin pada ibunya untuk mengelola sepenuhnya perusahaan batik tulis Oey Soe Tjoen Pekalongan ini.
Sebagai orang yang muda dengan segudang ide pembaruan untuk meningkatkan perusahaannya.
Semula ia tak menyangka ibunya akan menyetujui, tapi ternyata dugaan keliru. Sejak 2006, Widianti resmi mengibarkan bendera sebagai generasi ketiga penerus usaha keluarga, pemegang merk, teknik dan tradisi batik.
Bagi Widianti pengrajin adalah mitra kerja. Ia berpendapat bahwa dalam usaha perbatikan, semua pihak saling membutuhkan.
Pengrajin membutuhkan pekerjaan, pengusaha memerlukan pengrajin dan pembeli. Ia pun berkeyakinan eksistensi batik tulis klasik ditentukan oleh pembatik, pengusaha dan pasar.
Saat ini masalah krusial adalah semakin menipisnya jumlah pengrajin batik klasik.
Para pengrajin batik kehilangan penerus (Twitter/@dekranasid)
Dari waktu ke waktu jumlahnya menaik menurun dan penerusnya tidak anak. Anak pengrajin tidak ada yang tertarik membatik.
Baca Juga:Mengulik Akulturasi Budaya Cina pada Batik Oey Soe Tjoen Pekalongan, Batik Tulis Peranakan Tertua di IndonesiaMengenal Perkembangan Batik Pedalaman, Dibuat dengan Ciri Khusus yang Jarang Orang Ketahui
Demi menjaga kualitas batiknya sejak awal Widianti menerapkan standart tinggi dengan kontrol yang ketat pada setiap tahap pengerjaan.
Karena sejak awal kesalahan dapat terdeteksi. Sebagai pengelola Widianti juga perlu menjaga kekompakan pengrajinnya.
Caranya, jika ada satu pembatik kelupaan tugasnya maka yan lain harus mengingatkan, jika tidak, dampaknya berat, batik akan lebih lama selesainya.
Untuk mengerjakan selembar kain batik diperlukan waktu 1,5 tahun – 3 tahun. Jika ada kesalahan bisa sampai 3,5 tahun sampai 10 tahun.
Banyak kendalanya seperti cuaca yakni hujan atau pembatik sedang sakit. Ataupun faktor eksternal seperti kelangkaan minyak tanah, bahan baku batik dan musim panen.
Selama ini rumah batik tulis Oey Soe Tjoen Pekalongan hanya memproduksi batik berdasarkan pesanan.