Generalisasi yang Berlebihan
Generalisasi yang berlebihan dapat meningkatkan drama saat kamu menyelesaikan suatu argumen. Inilah cara menjaga konflikmu tetap rendah stres.
Ketika terjadi sesuatu yang tidak mereka sukai, beberapa orang membesar-besarkannya dengan membuat generalisasi yang menyeluruh. Hindari memulai kalimat dengan, “Kamu selalu,” dan, “Kamu tidak pernah,” seperti dalam, “Kamu selalu pulang terlambat!” atau, “Kamu tidak pernah melakukan apa yang ingin aku lakukan!” Berhentilah dan pikirkan apakah ini benar atau tidak.
Selain itu, jangan mengungkit konflik masa lalu untuk membuat diskusi keluar dari topik dan menimbulkan lebih banyak hal negatif. Cara resolusi konflik ini menghalangi penyelesaian konflik yang sebenarnya dan meningkatkan tingkat konflik.
Baca Juga:Munculnya Perilaku Saling Menyalahkan dalam Hubungan, Hindari Penyebabnya!Tidak Baik Saling Menyalahkan Dalam Hubungan, Ini 4 Akibat Negatifnya!
Kadang-kadang kita tidak menyadari bagaimana pikiran bisa membesar-besarkan sesuatu di luar proporsinya. Daftar distorsi kognitif yang umum ini dapat mengganggu hubungan yang sehat dengan orang lain dan dapat memperburuk tingkat stres. Lihat mana yang mungkin kamu kenal.
Menjadi Benar
Kebutuhan untuk “menjadi benar” dapat memperpanjang dan memperparah konflik dibanding menciptakan resolusi konflik yang baik. Inilah cara resolusi konflik yang tidak terlalu membuat stres.
Sangatlah merugikan untuk memutuskan bahwa ada cara yang “benar” dalam memandang sesuatu dan cara yang “salah” dalam memandang sesuatu dan bahwa cara Anda memandang sesuatu itu benar.
Jangan menuntut pasanganmu melihat sesuatu dengan cara yang sama, dan jangan menganggapnya sebagai serangan pribadi jika dia mempunyai pendapat berbeda. Carilah kompromi atau sepakat untuk tidak setuju, dan ingatlah bahwa tidak selalu ada “benar” atau “salah”, dan kedua sudut pandang tersebut bisa saja valid.
“Psikoanalisis” / Membaca Pikiran
Psikoanalisis” orang lain adalah sesuatu yang harus dihindari dalam suatu konflik. Inilah alasannya, dan apa yang harus dilakukan.
Alih-alih bertanya tentang pikiran dan perasaan pasangannya, orang terkadang memutuskan bahwa mereka “tahu” apa yang dipikirkan dan dirasakan pasangannya hanya berdasarkan interpretasi yang salah atas tindakannya – dan selalu berasumsi bahwa itu negatif! Misalnya, memutuskan pasangan yang terlambat tidak cukup peduli untuk datang tepat waktu, atau pasangan yang lelah menolak berhubungan seks karena sikap pasif-agresifnya. Hal ini menimbulkan permusuhan dan kesalahpahaman.