“Budaya patriarki yang sangat kental ini perlu diberi pemahaman bahwa anak dan perempuan memiliki hak-hak yang sama. Faktor lainnya, masalah pemahaman tentang hak-hak anak masih minim. Anak dianggap miniaturnya orang dewasa sehingga bisa diperlakukan semena-mena dengan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi,” kata dia.
Sementara itu, Kabag Psikologi Polda Jateng AKBP Novian mengatakan, kegiatan pembekalan kepada para santri ini diinisasi oleh Ponpes Assalam Kajen, dengan mengundang beberapa ponpes lainnya.
“Kami dari bagian psikologi Polda Jawa Tengah memberi edukasi terhadap lingkungan-lingkungan yang berpotensi adanya gangguan kekerasan atau bullying yang sekarang marak. Kami berikan edukasi yang tujuannya untuk membekali para santri dan santriwati untuk memehami sekaligus memberikan problem solving di antara pribadi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang rawan terhadap kekerasan atau bullying,” ungkapnya.
Baca Juga:English Challenge Day, Pelajar Zaman Now Harus Bangga Berbahasa Indonesia dan Kuasai Bahasa AsingDaftar Resep Cumi Saus Padang
Menurutnya, dampak kekerasan terhadap anak dan bullying sangat banyak. Di antaranya, pihak sekolah akan dicibir. Anak yang jadi korban akan mengalami trauma, depresi, bahkan jika parah bisa bunuh diri.
“Nah menyikapi ini kita bisa memberi edukasi tadi, kemampuannya anak dioptimalkan, dan yang paling utama adalah problem solving di antara pribadi,” kata dia.
“Saya senang hadir semuanya, para guru, kepala sekolah, ponpes, karena perangkat sekolah berperan. Guru bukan hanya saja pemberi materi, tapi guru mempunyai kemampuan konselor. Bagaimana dia tahu potensi-potensi anak yang punya bentuk karakter sebagai pelaku mungkin itu bisa dilakukan konseling. Di sini juga ada ruang konselingnya,” imbuhnya. (had)