Pembaruan aturan tipikor, lanjut Yasonna, memerlukan kerja sama dan masukan dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, Polri, Kejaksaan Agung, KPK, PPATK, hingga akademisi.
Menurutnya, kementerian dan lembaga harus berkoordinasi untuk mencegah tipikor sesuai dengan tipologi-tipologi kejahatan yang beragam.
“Setiap lembaga harus secara serius dan konsisten melakukan pencegahan tindak pidana korupsi. Dengan cara ini, kita dapat memangkas tindak pidana korupsi di hulu dan meringankan beban penegakan hukum di hilir,” ucap Yasonna.
Baca Juga:Pimpin Pisah Sambut Pejabat Struktural, Kalapas Pekalongan: Amanat Baru, Semangat BaruPanitia Maulid Akbar dan Pengurus Kanzus Sholawat Akan Menanggung Semua Biaya Pengobatan Pengunjung Maulid yang Terluka dan Dirawat di RS
Yasonna pun berharap Konferensi Hukum Nasional ini bisa menghimpun pemikiran dari para pemangku kepentingan sehingga memberikan kontribusi mengenai strategi penegakan hukum tindak pidana korupsi di masa mendatang.
“Kami berharap, konferensi ini dapat memberikan arahan dan masukan yang berharga bagi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia,” katanya.
Konferensi Hukum Nasional diselenggarakan oleh Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham. Kepala BPHN Widodo Ekatjahjana menuturkan Konferensi ini merupakan salah satu bentuk perhatian pemerintah terhadap agenda pemberantasan korupsi.
Ia menjelaskan BPHN terlibat dalam upaya pencegahan tipikor melalui dua pendekatan, yakni pendekatan regulasi dan pendekatan sosiologis.
“Pendekatan regulasi dilakukan dengan melakukan analisis dan evaluasi hukum terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penegakan hukum tipikor. Sementara itu, pendekatan sosiologis dilakukan dengan membangun kesadaran hukum anti korupsi di masyarakat yang dilakukan oleh pejabat penyuluh hukum di BPHN,” tutup Widodo. (*)