“Selain didukung pemerintah dan swasta, pengentasan stunting perlu disukseskan oleh masyarakat. Banyak hal-hal atau kebiasaan yang perlu diubah. Seperti menjaga kebersihan lingkungan, dan juga edukasi mitos-mitos yang bisa mengakibatkan kurangnya gizi pada bayi atau balita dan ibu hamil,” pungkasnya.
Terpisah, Pj Bupati Batang Lani Dwi Rejeki mengamini jika penurunan angka stunting di Batang merupakan hasil kerja keroyokan dari lintas sektor. Hingga sekarang, sudah ada beberapa perusahaan swasta yang membantu pencegahan stunting lewat program CSR.
“Berkat kerja keroyokan yang dilakukan oleh Pemkab, TNI dan Polri serta perusahaan swasta maupun BUMD, angka Stunting di Kabupaten Batang hampir bisa dipastikan menurun drastis. Bahkan ada beberapa desa yang sudah bebas namun balita yang mengalami Stunting,” ujar Lani.
Baca Juga:Peringatan Maulid Teladani Rasulullah SAWUntuk Memperlancar Transportasi, Jalan Setapak jadi Jalan Usaha
Dari data Dinkes Batang, angka prevalensi stunting di Kabupaten Batang menurun dari 14.31 di tahun 2021 menjadi 9.28 di bulan Mei Tahun 2023 sesuai data Elektronik-Pencacatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat, yang dilakukan pada 74 persen balita di Batang.
Dari 42.169 balita yang diukur di tahun 2023, 3.915 balita di Batang masuk kategori Stunting. Jumlah ini mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Dimana pada tahun 2022 ada sekitar 4.118 balita stunting, dan di tahun 2021 ada sekitar 5.275 balita stunting.
“Namun untuk jumlah pastinya, kita masih menunggu rilis resmi Survei Kesehatan Indonesia (SKI) yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Indonesia,” jelas Lani. (nov)